Mengapa Luhut Larang Menteri Susi Tenggelamkan Kapal?
"Nelayan kita ini sekarang banyak yang di darat. Nah saya bilang kenapa sekarang tidak kapal itu diberikan melalui proses yang benar kepada
Penulis: Apfia Tioconny Billy
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Binsar Pandjaitan melarang Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti untuk menenggelamkan kapal mulai tahun 2018 ini.
Baca: Kisah Penangkapan Mata-mata Intelijen Sovyet di Jakarta
Menko Luhut mengatakan, daripada ditenggelamkan lebih baik kapal tersebut diberikan kepada nelayan. Pasalnya saat ini banyak nelayan yang tidak melaut sehingga diharapkan kapal-kapal tersebut dapat membantu nelayan.
Baca: Seleksi CPNS Kembali Dibuka, Pemerintah Butuh Ratusan Ribu Pegawai
"Nelayan kita ini sekarang banyak yang di darat. Nah saya bilang kenapa sekarang tidak kapal itu diberikan melalui proses yang benar kepada koperasi-koperasi nelayan kita sehingga mereka melaut," ucap Luhut saat ditemui di kantornya, Selasa (9/1/2018).
Selain itu, banyaknya kapal bermasalah yang terdampar di beberapa kawasan seperti Bali, Tegal, Ambon, Belitung juga disebutkan Luhut menjadi alasannya melarang penenggelaman kapal dan lebih baik digunakan bagi nelayan yang membutuhkan.
"Setelah sekian lama jalan, saya pikir-pikir masa terus-terusan begitu kan kapal itu setelah saya liat banyak yang terdampar, mau diapakan itu kapal masa mau dibiarin gitu aja terus," ungkap Luhut.
Lebih lanjut, Luhut mengungkapkan keputusannya tersebut sesuai dengan UU perikanan No. 31 tahun 2004 yang mengalami perubahan menjadi UU No. 45 tahun 2009.
Staf Khusus Kemenko Kemaritiman urusan hukum, Lambock V Nahattands, menjelaskan memang diperbolehkan untuk melakukan penenggelaman kapal apabila dalam proses penangkapan terjadi tindakan balasan.
"Itu ada dalam pasal 66c. Penenggelaman bisa dilakukan apabila melarikan diri dan atau melawan dan atau membahayakan keselamatan kapal pengawas," ungkap Lambock di kesempatan yang sama.
Sedangkan, pada pasal 69 penyidik dan atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan atau penenggelaman kapal perikana yang berbendera asing berdasarkan bukti.
Kemudian pada pasal 76 a, barang dari hasil tindak kejahatan perikanan memang bisa diberikan kepada negara atau dimusnahkan.
"Hasil dari tindak kejahatan perikanan dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan ketua pegadilan negeri," ungkap Lambock.
Dengan tidak adanya penenggelaman, Luhut berharap kementerian yang dipimpin Susi dapat memenuhi target-target yang belum tercapai seperti ekspor atau pun pabrik ikan yang tutup.
"Presiden memerintahkan untuk fokus pada tugas masing-masig, misalnya peningkatan ekspor di KKP yang dari data yang ada itu menurun, dan banyaknya pabrik-pabrik ikan yang tutup," pungkas Luhut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.