Kata Komisioner BRTI Soal Penundaan Penetapan Tarif Interkoneksi
Taufik mengatakan BRTI sudah diajak diskusi oleh Kominfo untuk membahas hasil dari tim verifikasi BPKP mengenai skema dan perhitungan biaya
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Polemik mengenai penetapan biaya interkoneksi yang baru, sudah semakin jelas.
Dr. Ir. Taufik Hasan DEA, Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Bidang Kebijakan Publik memastikan bahwa Menkominfo telah menerima surat rekomendasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Taufik mengatakan BRTI sudah diajak diskusi oleh Kominfo untuk membahas hasil dari tim verifikasi BPKP mengenai skema dan perhitungan biaya interkoneksi.
Taufik menjelaskan ada beberapa rekomendasi yang dikeluarkan BPKP untuk menyelesaikan sengkarutnya penetapan biaya interkoneksi yang baru. Dalam surat resmi yang dilayangkan ke Kominfo, BPKP menuliskan rekomendasi mengenai skema penetapan biaya dan perhitungan biaya interkoneksi.
Dalam skema penetapan biaya interkoneksi BPKP merekomendasikan agar pemerintah dapat menetapkan biaya interkoneksi berdasarkan biaya masing-masing operator (asimetris). Diakui Taufik, formula yang saat ini diberlakukan oleh Kominfo dalam menetapkan biaya interkoneksi adalah simetris atau biaya yang sama antar operator.
Selain rekomendasi untuk menerapkan biaya interkoneksi berdasarkan biaya masing-masing operator, dalam surat rekomendasi BPKP tersebut juga memuat perhitungan biaya interkoneksi yang seharusnya dikeluarkan oleh masing-masing operator. Sehingga saat ini acuan biaya interkoneksi yang harus di bayarkan oleh masing masing operator sudah dikeluarkan oleh BPKP.
“Memang yang disarankan oleh BPKP dalam penetapan biaya interkoneksi adalah asimetri. Namun rekomendasi yang dikeluarkan oleh BPKP bukan keharusan untuk dijalankan. Asimetri atau simetri adalah kebijakkan dari Menkominfo. Bukan dari BPKP,” terang Taufik belum lama ini.
Ketika ditanya mengenai kapan hasil akhir penetapan biaya interkoneksi akan dikeluarkan oleh Kominfo, Taufik mengatakan dirinya belum bisa mengatakannya. Taufik mengatakan bahwa setiap kebijakan harus ada objektifnya. Objektifnya yaitu kepada industri dan masyarakat konsumen telekomunikasi nasional. Industri harus dapat tumbuh dan konsumen juga harus memiliki keuntungan.
“Dengan kondisi yang sekarang saja industri masih jalan. Operator masih bisa mengadopsi aturan biaya intekoneksi yang lama sebelum adanya aturan yang baru. Kami masih mempelajari rekomendasi dari BPKP tersebut dan dampak kepada industri serta masyarakat,” tutur Taufik.
Melihat Menkominfo yang terus mengulur-ulur penetapan biaya interkoneksi yang baru, Ahmad Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (Ombudsman) ikut angkat bicara. Menurut Alamsyah sudah seharusnya Kominfo membuat aturan baru mengenai penetapan biaya interkoneksi. Sebab dalam aturan yang berlaku, biaya interkoneksi harus ditinjau ulang secara berkala.
Sebab aturan penetapan biaya interkoneksi terakhir dikeluarkan tahun 2006 melalui Peraturan Menteri Kominfo No. 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi. Dari aturan tersebut pemerintah menetapkan biaya interkoneksi mengacu dari Dokumen Penawaran Interkoneksi (DPI) operator dominan.
Alamsyah berpendapat jika Kominfo memiliki formula perhitungan biaya interkoneksi yang baku, seharusnya penyesuaian biaya interkoneksi dapat dilakukan secara periodik. Tujuannya agar masyarakat telekomunikasi bisa mendapatkan manfaat dari pengkinian biaya interkoneksi secara periodik tersebut.
Menurut Alamsyah seharusnya sebagai lembaga publik, BPKP juga dapat mengumumkan hasil verifikasi perhitungan biaya inerkoneksi yang telah dibuatnya.
Pengumuman hasil verifikasi BPKP tersebut merupakan bagian dari tugas penyelenggaraan negara yang bersih dan transparan. Alamsyah percaya betul hasil verifikasi yang dibuat oleh BPKP akan menguntungkan masyarakat pengguna telekomunikasi secara luas.
“BPKP melakukan audit memang menggunakan dana dari siapa? Kalau menggunakan dana dari APBN sudah seharusnya hasil verifikasi tersebut bisa dibuka kepada publik. Kecuali hasil dari BPKP bisa mengganggu hasil lelang tertentu, itu baru boleh tidak diumumkan. Hasil verifikasi ini kan bukan untuk lelang,” terang Alamsyah.
Jika tetap ‘ngeyel’ tak menetapkan biaya interkoneksi yang baru atau menunda-nunda penetapan biaya interkoneksi, Alamsyah bisa memastikan Menkominfo telah melakukan mal administrasi.
Sebab penundaan penetapan biaya interkoneksi berdampak sangat luas kepada masyarakat dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan menjadi terganggu. Bahkan Alamsyah memperkirakan penundaan penetapan biaya interkoneksi ini bisa menimbulkan kerugian negara.
“Kalau sudah ada rekomendasi dari BPKP seharusnya Kominfo harus segera membuat keputusan apakah akan menjalankan rekomendasi tersebut atau tidak. Jangan sampai hasil verifikasi BPKP menjadi kadaluarsa. Jika tidak membuat keputusan padahal rekomendasi sudah ada, maka bisa dipastikan Kominfo tidak menjalankan aturan yang ada. Dan Kominfo dipastikan melakukan mal administrasi,” terang Alamsyah.