Tarif Listrik Bisa Murah Jika Acuan Harga Batubara Lokal
Pembelian bahan baku batubara tidak mengikuti harga batubara acuan (HBA) yang sedang naik yakni senilai US$ 95,54 per ton.
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penerapan penetapan harga batubara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dalam negeri (domestic market obligation/DMO) dianggap mampu menekan harga listrik.
Pasalnya, jika harga batubara untuk dalam negeri mengikuti harga pasar internasional yang terus naik maka, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) malah harus terus menanggung kerugian
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka menyebutkan, pihaknya masih terus meminta supaya pemerintah bisa menerapkan harga batubara melalui cost plus margin untuk pembangkit dalam negeri.
Sehingga pembelian bahan baku batubara tidak mengikuti harga batubara acuan (HBA) yang sedang naik yakni senilai US$ 95,54 per ton.
Baca: Bulog Siapkan Dana Rp 2,5 Trilun demi Cadangan Beras Pemerintah
Dengan penetapan batubara DMO untuk pembangkit dalam negeri itu, kata Made, maka tarif listrik bisa disesuaikan dan bisa turun.
“Pertama, dengan DMO, ada kuantiti yang diberikan kepada PLN. Kedua, ada kesesuaian yang bisa membuat harga listrik lebih terjangkau,” tandasnya, Selasa (30/1).
Direktur Eksekutif Institute Energy for Essential Services Reformn (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan dengan ditetapkannya DMO batubara memakai formula harga cost plus margin. Maka, PLN bisa beli batubara lebih murah. Sehingga, harga listrik bisa disesuaikan menjadi lebih murah.
"Tapi apakah produsen batubara setuju? Kalau harga batubara lebih rendah, bisa saja biaya produksi listrik turun, tapi dugaan saya kok tidak terlalu besar ya," terangnya kepada KONTAN, Selasa (30/1)
Namun, kata Fabby, konsep biaya cost plus margin dalam pembelian batubara juga tidak sempurna, lantaran perlu ada batasan penggunaan formula untuk jenis batubara yang memang dipakai pembangkit. Selain itu juga, harus ada perbedaan nilai margin sesuai kualitas.
"Perlu penetapan harga DMO batubara untuk pembangkit. Tapi formulasinya, pemerintah harus hati-hati. Tidak dipukul rata," ungkapnya.
Asal tahu saja, menurut data yang diperoleh Fabby, biaya pembangkitan rata-rata PLTU milik PLN tahun 2016 adalah Rp 532 per kWh dengan harga batubara rata-rata sekitar US$ 70-an per ton. Kalau harga rata-rata batubara tahun ini di kisaran US$ 85 per ton, harga pembangkitan PLTU akan naik sekitar 600 per kwh.
"Tapi dari total rata-rata pembangkitan PLN hanya sekitar 2%-3% saja. Tidak terlalu signifikan dan bisa ditutupi dengan efisiensi internal PLN," tandasnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia menyatakan bahwa dari perspektif pelaku usaha berharap pembelian batubara untuk pembangkit dalam negeri bisa mengacu kepada harga pasar.
"Harga komoditas pada dasarnya sangat cyclycal. Adapun harga yang sedang menguat saat ini dikhawatirkan tidak sustain dan sangat rentan dengan banyak faktor eksternal," terangnya kepada Kontan.co.id, Selasa (30/1).
Adapun pihaknya dengan senang hati mendiskusikan hal ini kepada pemerintah maupun PLN. Supaya, kebijakan yang akan ditetapkan tidak merugikan semua pihak.
Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerjasama, Kementerian ESDM, Agung Pribadi menyatakan pemerintah dalam waktu dekat ini belum akan menerapkan penetapan batubara DMO untuk pembangkit listrik dalam negeri. "Belum ada," tandasnya.
Berita ini sudah tayang di kontan.co,id berjudul Pakai patokan batubara lokal, tarif listrik bisa murah