Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Dirjen Daglu Kemendag: Garam Industri Tidak Boleh Diperjualbelikan ke Pasar Konsumsi

garam industri tidak dapat bebas diperjualbelikan serta tidak boleh diperjualbelikan ke pasar konsumsi.

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Dirjen Daglu Kemendag: Garam Industri Tidak Boleh Diperjualbelikan ke Pasar Konsumsi
www.tubasmedia.com
Ilustrasi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya pemerintah menstabilkan industri lokal dengan cara mengimpor garam industri sebanyak 2,37 juta ton pada 2018, mendapat respons beragam dari masyarakat.

Khususnya, para petani garam asal Bangkalan, Madura. Mereka beranggapan garam industri dapat mempengaruhi harga garam lokal.

Terkait hal tersebut, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan memastikan, garam industri tidak dapat bebas diperjualbelikan serta tidak boleh diperjualbelikan ke pasar konsumsi.

Hal tersebut sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam.

"Aturan yang melarang garam industri diperjualbelikan ke pasar konsumsi sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 tahun 2015. Jika ada yang melanggar, pemerintah akan memberikan sanksi," jelasnya lewat siaran tertulis, Kamis (8/2/2018).

Terkait penerbitan izin impor garam sebanyak 2,37 juta ton kepada 21 perusahaan yang terpilih, lanjutnya, telah sesuai kesepakatan dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman bersama Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan beberapa waktu lalu.

"Kami telah menerbitkan persetujuan impor garam industri sebanyak 2,37 juta ton," ujarnya.

Berita Rekomendasi

Kepala Bagian Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi mengatakan, kebijakan garam impor seharusnya tidak dikenakan bea masuk. Sebab, garam impor merupakan langkah positif dalam memacu produktivitas pelaku industri.

"Selama ini, walaupun tidak dikenakan bea masuk, mereka dibatasi oleh kuota dan proses yang memakan waktu lama untuk izin impor," katanya.

Hizkia menilai, pembebasan bea masuk atas garam impor menunjukkan komitmen pemerintah terhadap kemudahan berinvestasi di Indonesia.

Impor garam industri ini juga tidak bisa dilepaskan dari kualitas produksi garam yang dihasilkan para petani garam lokal di Tanah Air, yang belum memadai.

“Keharusan untuk mengimpor tidak lepas dari belum mampunya para petani garam lokal untuk memenuhi kebutuhan para pelaku industri,” tegas Hizkia.

Alasan impor garam disukseskan juga ditengarai karena gagalnya produksi garam lokal yang terjadi, ketika kebutuhan akan garam industri sangat tinggi.

Hal tersebut seperti yang dialami Koperasi Mina Segara Kusamba.

Pengurus Koperasi Mina Segara Kusamba I Putu Suarta mengatakan, produksi garam yang yang dilakukan anggota Koperasi Mina Segara sejak pertengahan Desember 2017, sempat mengalami kegagalan.

Garam yang sudah melalui proses pengolahan sempat terasa pahit dan warnanya kuning, disebabkan tingginya kandungan yodium, yakni 30 mg iodium per kilogram garam.

"Uji coba kelima hasilnya sudah cukup baik. Garam hasil petani garam di Desa Kusamba itu tidak lagi terasa pahit, dan warnanya pun sudah bisa berubah dari kuning menjadi putih," jelasnya.

Walau rasa pahit sudah hilang, produksi garam terbilang rendah, sehingga tidak mampu mencukupi permintaan masyarakat. (Dwi/Warta Kota)

Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas