Anggota DPR Menilai Serapan Gabah Petani Kritis
Andi Akmal Pasluddin hanya bisa geleng-geleng kepala melihat performa Bulog untuk menyerap gabah atau beras langsung dari petani.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin hanya bisa geleng-geleng kepala melihat performa Bulog untuk menyerap gabah atau beras langsung dari petani.
Pasalnya, hingga Maret ini saja, serapan gabah Bulog per 6 Maret baru total mencapai 98.318 ton gabah atau setara 49.159 ton beras. Padahal Bulog ditarget menyerap gabah sebesar 4,4 juta ton gabah atau 2,2 juta ton beras dari petani.
“Kalau ini sih namanya nafsu gede, tenaga kurang. Kalau serapannya baru capai 1 persen saja, bagaimana bisa jadi stabilisator harga di pasaran,” kata Akmal, Kamis (8/3/2018).
Akmal pun prihatin dengan kondisi ini sebab hal ini malah menunjukkan bahwa kinerja Bulog saat ini tidak bisa diandalkan. Selain kewenangannya tidak kuat, anggaran juga terbatas.
“Saya kira tidak bisa diandalkan Bulog ini untuk menjadi ujung tombak pencapaian beras nasional. Berat. Sebab beberapa perjalanan kami pun di daerah, Bulog ini pasif. Gudang-gudang Bulog juga banyak yang kosong. Maunya beli sesuai HPP sementara pedagang kita ini berani diatas HPP. Makanya kan petani kita juga tidak mau jual ke Bulog. Jadi perlu dipertanyakan kebijakan pemerintah ini,” katanya.
Baca: Pemerintah Minta Bulog Serap Beras dan Gabah Petani Pada Panen Raya
Dia pun was-was dengan kecilnya serapan gabah ini akan membuat stok beras pemerintah terus menipis sehingga akan berdampak pada harga di Ramadhan ini.
“Kalau begini terus saya kira akan sulit bagi pemerintah untuk kendalikan harga yang mau Ramadhan ini karena (Bulog) tidak bisa operasi pasar . Bagaimana mau operasi pasar kalau barangnya tidak ada. Ini memang jadi dilematis. Jangan-jangan ujungnya minta impor lagi. Alasannya tidak ada beras di gudag supaya cadangan beras kita ada,” sesalnya.
Hasil kunker-nya selama reses ini, kata dia, Bulog pasif membeli gabah petani. Kalaupun ada petani yang jual ke Bulog, tapi ditolak dengan berbagai macam dalih. Apalagi pemerintah sudah menetapkan Bulog bisa beli gabah hingga Rp 4400 per kilogram.
“Kalau Rp 4400 sebenarnya sudah bagus itu walau sebenarnya pedagang itu masih bisa beli diatas itu. Tapi kalau pemerintah serius genjot saja pembelian gabah itu. Kan Bulog punya dana Rp 2 Triliun dari penyertaan modal negara untuk perbaikan di gudang-gudang. Kalau gudangnya dibuat tapi berasnya tidak ada gimana, lucu kan. Atau jangan-jangan perbaikan gudang ini cuma jadi proyek saja. Modal itu bisa dialihkan untuk beli beras,” tambah dia.
Terpisah, Kepala Badan Ketahanan Pangan Agung Hendriadi menuturkan, untuk mengisi cadangan beras pemerintah sekaligus menjaga harga gabah tidak jatuh menjelang dan saat panen raya, Pemerintah melalui Tim Sergab melalukan pembelian langsung gabah petani dilapangan.
"Serab gabah yang kami lakukan ini agar petani tidak sengsara. Kalau petani sengsara dan tidak mau menanam karena rugi, bangsa ini mau makan apa!" kata Agung seusai menginisiasi traksaksi pembelian gabah di tiga lokasi di provinsi di Nusa Tenggara Barat, Rabu (7/3/2018).
Ketiga lokasi sergab yang dikunjungi adalah desa Darmasari, Kecamatan Sikur dan desa Senyiur, Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok Timur, dengan harga gabah kering panen Rp. 4.300,-/kg. Sedangkan di desa Senteluk, kecamatan Batulayar, kabupaten Lombok Barat pembelian dilakukan dengan harga Rp. 4.300,-/kg/gkp.
Agung yang juga Ketua I Pelaksana Sergab mengingatkan kepada para petani, agar kalau ada daerah-daerah yang akan melakukan panen, petani dan dinas agar lapor ke Dandim, untuk segera dilakukan pembelian gabah oleh Dandim dan diteruskan ke Bulog, sehingga tidak jatuh ke tangan tengkulak.
Penyerapan gabah menurut Agung, sangat penting untuk memperkuat cadangan beras pemerintah yang disimpan di gudang Bulog. “Pemerintah menargetkan, penyerapan beras 2,2 juta ton sampai Juni 2018,” katanya.