Jurus-jurus Menteri Jonan Tingkatkan Investasi di Sektor Migas
“Dari 70 kontrak EBT tersebut, 3 project telah selesai, 22 sedang konstruksi dan selebihnya proses persiapan dan financing,” ungkap Agung.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah memastikan pelaksanaan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang membawa semangat kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
"Pemerintah sudah pasti mengupayakan agar investasi terus meningkat meski ada tantangan harga komoditi global yang menengah 3 tahun terakhir," sebut Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama, Kementerian ESDM dalam keterangan pers tertulis kepada Tribunnews, Jumat (4/5/2018).
Agung mengatakan, berbagai kebijakan fundamental sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dilakukan dua tahun terakhir ini sudah mulai menunjukkan hasil.
“Tidak mungkin ada Pemerintah yang sengaja menghambat investasi. Buktinya awal tahun ini Menteri ESDM sudah pangkas 186 perizinan di sektor ESDM. Itu bukan wacara lagi, tapi sudah dilakukan Maret lalu," ujar Agung.
"Hasilnya proses investasi lebih lancar, banyak pelaku usaha yang merasakan langsung manfaatnya,” lanjut Agung Pribadi.
Hasil kebijakan investasi berikutnya adalah sebanyak 16 wilayah kerja (WK) migas dengan Production Sharing Contract (PSC) skema Gross Split sudah diminati investor.
Sementara, pada lelang tahun 2015 dan tahun 2016 dengan skema Cost Recovery sama sekali tidak ada yang laku satupun.
“Tidak benar kalau dibilang hanya ada satu Kontraktor Kontrak Kerja Sama/KKKS yang pakai Gross Split. Sejak Januari 2017 hingga awal Mei 2018 ini, sudah ada 16 WK pakai gross split. Rinciannya 1 WK ONWJ, 5 WK hasil lelang 2017, 6 WK terminasi 2018, dan 4 hasil lelang penawaran langsung 2018. Untuk lelang reguler 2018 hasilnya nanti diumumkan Juni 2019. Bisa nambah lagi. ESDM membawa pengelolaan energi mengikuti zaman,” tambah Agung.
Chevron sebagai oil company yang beroperasi di Indonesia juga mengakui baiknya investasi migas Indonesia.
“Kita telah melihat perubahan-perubahan positif melalui revisi atas Peraturan Menteri ESDM terkait Gross Split. Sangat jelas Kementerian ESDM telah menerima masukan industri dan memperkokoh ketentuan-ketentuan untuk meningkatkan daya saing skema ini,” kata Chuck Taylor, Managing Director Chevron IndoAsia Business Unit (2/5/2018).
Kebijakan investasi berikutnya adalah memberi kesempatan kepada investor eksisting untuk mengelola WK migas sehingga investasi dan produksi terjaga, tetapi tetap harus lebih menguntungkan Negara.
Kebijakan tersebut dilakukan melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 23 tahun 2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Migas yang Akan Berakhir Kontrak Kerja Samanya.
"Semangat Permen ESDM tersebut untuk menjaga, bahkan meningkatkan produksi migas dari WK yang kontraknya akan berakhir. Selain itu, juga menjaga kelangsungan investasi pada WK migas tersebut. Hasil akhirnya, manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara,"
Di bidang ketenagalistrikan dan energi baru terbarukan (EBT), pada tahun 2017 telah diteken kontrak EBT sebanyak 70 kontrak. Padahal 3 tahun sebelumnya hanya 14 hingga 23 kontrak saja.
“Dari 70 kontrak EBT tersebut, 3 project telah selesai, 22 sedang konstruksi dan selebihnya proses persiapan dan financing,” ungkap Agung.
Baca: Kejanggalan di Balik Penemuan Mayat Gadis Kecil dalam Karung Beras di Bogor
Terkait isu turunnya investasi listrik, Menteri ESDM Ignasius Jonan juga menyatakan tidak ada revisi investasi di bidang ketenagalistrikan. Program 35.000 MW pun akan diselesaikan sesuai dengan kebutuhan listrik dari waktu ke waktu.
"Tidak ada revisi investasi di bidang kelistrikan sama sekali," tegas Menteri Jonan.
"Yang terjadi hanyalah pergeseran waktu penyelesaian atau COD sebagian pembangkit listrik menjadi tahun 2024-2025 sesuai RUPTL, yang mana hal ini dibuat atas dasar estimasi pertumbuhan kebutuhan listrik sekitar 7 hingga 8 persen per tahun. Program 35.000 MW tetap akan diselesaikan sesuai dengan estimasi kebutuhan listrik dari waktu ke waktu," jelas Jonan.
Peringkat ease of doing business (EODB) Indonesia yang dibuat oleh Worldbank juga naik 19 peringkat, menjadi rangking 72 tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya yaitu rangkin 91. Indonesia meraih ‘one of the top imporvers’ mengalahkan India, Brazil dan Filipina.