BI Naikkan Suku Bunga Acuan, Ini Dampaknya ke Rupiah
Kebijakan tersebut diambil sebagai bagian dari upaya bank sentral menjaga stabilitas makroekonomi di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Fajar Anjungroso
![BI Naikkan Suku Bunga Acuan, Ini Dampaknya ke Rupiah](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/kurs-rupiah-melemah_20180301_193700.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Keputusan Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,50 persen Rapat Dewan Gubernur (RDG) cukup direspon positif pelaku pasar untuk meredam gejolak pelemahan rupiah.
Tengok saja, berdasarkan data Bloomberg, di awal dagang rupiah menguat ke level Rp 14.053 per dolar AS dari posisi penutupan perdagangan kemarin di level Rp 14.058 per dolar AS.
Day range rupiah diestimasi bergerak di kisaran Rp 14.053 hingga Rp 14.138 per dolar AS. Adapun, pelemahan sejak awal tahun tercatat sebesar 3,71 persen.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, kebijakan tersebut diambil sebagai bagian dari upaya bank sentral menjaga stabilitas makroekonomi di tengah ketidakpastian ekonomi global.
“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia 16-17 Mei memutuskan menaikkan suku bunga 25 basis poin menjadi sebesar 4,50 persen dan berlaku efektif 18 Mei 2018," kata Agus di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (18/5/2018).
Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara berpendapat, efek dari kenaikan bunga acuan dinilainya tidak terlalu berdampak positif oleh pelaku pasar karena hanya naik 25 bps menjadi 4,5 persen.
Sebab sebelumnya investor sudah melakukan price in atau antisipasi kebijakan bunga acuan ke harga saham. Faktor lainnya, kata Bhima Dolar Index terus mengalami kenaikan dalam 1 bulan terakhir menjadi 93,4.
“Jika dolar index naik artinya secara rata-rata mata uang dolar semakin perkasa,” kata Bhima kepada Tribunnews.com, Jumat (18/5/2018) di Jakarta.
Sementara investor juga masih mencermati data ekonomi Global seperti laporan klaim pengangguran dan data manufaktur AS.
Hal ini untuk menentukan arah kenaikan bunga acuan Fed rate berikutnya, khususnya bulan Juni mendatang di rapat FOMC.
Baca: Kementerian Keuangan Sebut Tidak Ada Penambahan Anggaran Tangani Terorisme
Di sisi yang lain laporan Beige Book yang dirilis Goldman Sachs mengungkap kekhawatiran para investor terkait perang dagang AS China. Faktor global tersebut kata Bhima, bisa menentukan fluktuasi nilai tukar rupiah dalam jangka panjang.
“Dengan faktor tersebut rupiah diprediksi hanya menguat tipis ke 13.900-14.000 di pekan depan,” kata Bhima.
Sedikit Terlambat
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.