Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Jurus Berburu Saham IPO Supaya Tetap 'Cuan'

melangsungkan Initial Public Offering (IPO) atau penawaran saham perdana saham ketika pasar sedang bearish bukanlah pekerjaan mudah

Editor: Sanusi
zoom-in Jurus Berburu Saham IPO Supaya Tetap 'Cuan'
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski kondisi pasar modal tengah memerah, sejumlah perusahaan tetap optimis melantai di bursa. Awal bulan ini, dua perusahaan yakni BRI Syariah (BRIS) dan BTPN Syariah (BTPS), sudah resmi melantai di bursa.

Hingga awal Mei 2018, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat sudah 11 perusahaan masuk bursa dari target 35 perusahaan di 2018.

Tentu saja, melangsungkan Initial Public Offering (IPO) atau penawaran saham perdana saham ketika pasar sedang bearish bukanlah pekerjaan mudah. Emiten harus mampu meyakinkan para investor bahwa mereka merupakan perusahaan berfundamental kuat.

Baca: Satu Lembar Tulisan Tangan Karl Marx Dihargai Rp7,8 Milliar

Sementara para investor juga berhitung, saham yang dibeli mereka apakah bisa mendatangkan keuntungan berlipat ganda atau tidak.

Secara umum, sebagian besar saham IPO laris manis dan harganya naik saat listing perdana. Para investor ritel pun semringah.

Namun, membeli saham IPO juga tidak jadi jaminan akan langsung memperoleh capital gain. Tetap harus berhati-hati dan selalu teliti sebelum membeli.

Direktur Utama Reliance Sekuritas Indonesia (RELI), Anita, mengatakan, sebelum investor berburu saham IPO, perhatikan betul-betul bagaimana historis perusahaan tersebut. Apakah dari sisi fundamental, terutama sisi kinerja, benar-benar kuat sehingga memiliki prospek bisnis sangat baik di masa depan.

Berita Rekomendasi

Anita mengingatkan, agar tak rugi ketika memutuskan membeli saham perdana, jangan sungkan membandingkan dengan perusahaan sejenis di sektor yang sama.

Juga, mengamati betul, apakah harga saham yang ditawarkan itu wajar alias tidak over price. Sebelum IPO, biasanya akan dihitung dahulu berapa harga wajar saham perusahaan tersebut. Ini dilihat dari kinerja historikal dan prospek ke depan.

Tak kalah penting, perhatikan laporan keuangan perusahaan yang akan IPO dalam kurun waktu tiga tahun terakhir untuk dapat memperkirakan potensi kinerjanya. Dengan begitu, investor tidak membeli kucing dalam karung.

"Investor yang ingin membeli saham-saham perusahaan yang akan IPO, jangan lupa untuk membandingkannya dengan perusahaan lain di sektor yang sama," ucap Anita, kepada media, Senin (21/5/2018).

Tak kalah penting, cermati fundamental perusahaan yang IPO dengan cara melihat Price Earning Ratio (PER) dan Price Book Value (PBV), dengan begitu, akan terlihat apakah saham tersebut masih murah atau mahal. Semakin tinggi PER dan PBV suatu perusahaan, semakin mahal harga sahamnya.

Rumus PER adalah perbandingan harga saham dengan earning per share (EPS). Rumus EPS didapatkan dari perbandingan laba bersih dalam setahun dengan jumlah saham yang beredar di pasar. Biasanya besaran EPS sudah ada pada laporan keuangan perusahaan.

Adapun PBV fokus pada ekuitas perusahaan. Rumus PBV adalah perbandingan antara harga saham dengan book value. Rumus Book Value adalah perbandingan antara jumlah ekuitas dengan jumlah saham yang beredar.

Cermati juga tujuan IPO di prospektus dan perhatikan dana hasil IPO akan digunakan untuk apa. Apakah digunakan untuk membayar utang, melakukan restrukturisasi permodalan, atau untuk ekspansi usaha.

Jika hasil IPO digunakan untuk melakukan ekspansi usaha, tentu saja memberi sinyal positif karena dana tersebut digunakan lagi untuk meraih profit baru sehingga ujungnya investor dapat menikmati untung. Jika porsi untuk membayar utang cukup besar, tentu saja gerak perusahaan tak gesit.

Kemudian, investor yang ingin mengambil saham perusahaan OPO juga harus memperhatikan saat proses book building, apakah mengalami oversubscribe atau undersubscribe. Potensi kenaikan harga saham akan lebih besar jika terjadi oversubscribe.

Kata Anita, membeli saham sama dengan memiliki sebuah perusahaan. Oleh karena itu, investor harus memilih perusahaan mana yang memiliki kinerja bagus sehingga berpeluang memperoleh keuntungan di masa depan.

Juga, harus disadari, ada banyak saham IPO naik di hari perdana, lalu di hari-hari selanjutnya justru anjlok, dilanda aksi jual dan harganya tak pernah naik lagi hingga menjadi saham tidur.

Kalau sudah begini, dapat dipastikan investor akan merugi. Investor juga harus waspada, jangan sampai, penggunaan dana itu justru tidak sesuai dengan prospektus.

Anita menambahkan, hal lain yang juga perlu diamati, berapa banyak porsi saham yang akan dilepas. Jika saham yang dilepas porsinya sedikit, bisa jadi saham ini tidak likuid. Lain halnya jika porsi saham yang ditawarkan besar. Biasanya kalangan pemodal lebih suka saham seperti ini karena likuiditasnya tinggi.

Investor juga perlu memperhatikan track record penjamin emisi calon emiten. Apakah sukses pelaksanaannya dalam mengelola perusahaan IPO, kemudian adakah kelebihan permintaan (oversubscribe) atau tidak. Jika banyak permintaan, berarti pengelolaan IPO bagus dan direspons publik.

Selain itu, perhatikan pula track record penjamin emisi pasca listing. Jika harga saham emitennya terus menanjak, ini dapat menjadi sinyal penjamin emisi tersebut memiliki strategi yang cukup baik dalam menangani IPO.

"Tentu saja, paling aman, memilih saham IPO perusahaan yang secara grup sudah eksis, terpercaya, dan jelas bisnisnya. Investor dalam memilih saham IPO, juga perhatikan siapa saja peminatnya. Jika hanya investor domestik, boleh jadi itu tanda kalau saham tersebut kurang menarik," ucap Anita.

Ayo, berburu saham.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas