Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

PERDIPPI: NPT Wajib Pelumas Lindungi Konsumen dan Industri

Besarnya biaya proses uji laboratorium yang dikenakan sebagai syarat ketentuan SNI Wajib, jika diberlakukan akan membebani industri dan konsumen.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in PERDIPPI: NPT Wajib Pelumas Lindungi Konsumen dan Industri
HO
ILUSTRASI - Aktivitas produksi pelumas Shell Marine 40 di Pabrik Shell LOBP Marunda Jakarta, Selasa (27/2/2018). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perhimpunan Distributor, Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI) menyatakan, pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib bagi produk pelumas di Tanah Air, tidak diperlukan karena mempersempit cakupan landasan standar kualitas pelumas yang saat ini telah ada.

Ketua Umum PERDIPPI Paul Toar mengatakan, selama ini Pemerintah melalui Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi 019K/34/M.PE/1998 tentang Wajib Daftar Pelumas Yang Beredar Di Dalam Negeri, telah menerbitkan peraturan tentang Nomor Pelumas Terdaftar (NPT).

Regulasi ini untuk melindungi konsumen di Indonesia dalam mendapatkan produk pelumas yang berkualitas sekaligus sejalan dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas dan turunannya yakni Keppres Nomor 21 Tahun 2001, dan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Keuangan, serta Menteri Perindustrian dan Perdagangan) yang menyatakan standar dan mutu pelumas menjadi wewenang dan tanggung jawab Menteri ESDM RI.

“Karena itu, kami sangat menyesalkan pernyataan dari Juergen Gunawan dari MASPI (Masyarakat Pelumas Indonesia) perihal perlunya SNI untuk melindungi konsumen," ujar Paul dalam keterangan pers tertulisnya kepada Tribunnews, Jumat (1/6/2018).

Paul menilai, pernyataan tersebut timpang karena standar mutu pelumas sudah dijamin dengan regulasi NPT.

Standar mutu pelumas sudah mencakup seluruh pelumas yang beredar tanpa kecuali, dengan mengacu pada syarat–syarat standar internasional bagi pelumas yang belum ada SNI-nya dan mengacu pada standar SNI bagi pelumas yang sudah ada SNI-nya dari BSN (Badan Standarisasi Nasional),” ujarnya.

Dia juga menyatakan Pemerintah melalui Peraturan Menteri (Permen) Menteri ESDM Nomor 053 Tahun 2006 juga telah memasukkan standar SNI sebagai standar dalam pengajuan NPT wajib (adopsi dari standar internasional). Selain itu, juga memasukkan standar internasional dan rekomendasi standar dari pabrikan setiap tahun.

Berita Rekomendasi

Pengujian di laboratorium sebagai dasar NPT dilakukan terhadap 14 parameter fisika kimia secara lengkap dan cermat oleh Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) Kementerian ESDM. Proses seperti itu berlangsung hingga saat ini.

Proses ini sekaligus menjadi bukti bahwa pengawasan kualitas pelumas yang beredar serta perlindungan kepentingan konsumen pelumas di Indonesia telah lengkap dan pasti.

Dengan dasar NPT itu pula, lanjut Paul, pelumas yang beredar di Indonesia telah terbukti sebagai pelumas yang memenuhi standar mutu tidak hanya SNI tetapi juga internasional. Karena itu pula, Paul menilai pernyataan Juergen bertentangan dengan fakta tersebut.

Baca: Arus Mudik dan Balik Lebaran, Pertamina Siapkan BBM Kemasan di 70 Lokasi Kiosk Pertamax

“Ada aspek yang tidak disinggung oleh Juergen Gunawan, yakni biaya sertifikasi SNI yang berkisar Rp 500 juta per produk per empat tahun yang pasti akan menjadi beban konsumen, terutama jika dibandingkan dengan biaya sertifikasi NPT yang hanya sekitar Rp 10 - 15 juta per lima tahun,” ujarnya.

Bebani Konsumen dan Industri

Dia menambahkan, besarnya biaya proses uji laboratorium yang dikenakan sebagai syarat ketentuan SNI Wajib tersebut jika diberlakukan akan makin membebani industri dan konsumen.

Alasannya, semua biaya itu pada akhirnya dibebankan kepada konsumen dalam komponen harga.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas