Relaksasi LTV Dinilai Mampu Genjot Permintaan Sektor Properti
Maryono mengatakan pelonggaran LTV dapat mendorong permintaan properti lantaran uang muka yang dibayarkan akan menjadi lebih kecil.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama Bank Tabungan Negara ( BTN) Maryono menyambut baik pelonggaran aturan Loan To Value ( LTV) dan Financing To Value (FTV) untuk sektor properti.
Bank Indonesia pada Jumat (29/6/2018) lalu mengumumkan akan mulai memberlakukan kebijakan relaksasi atau pelonggaran peraturan Loan To Value (LTV) dan Financing To Value (FTV) untuk sektor properti pada 1 Agustus 2018 mendatang.
Maryono mengatakan pelonggaran LTV dapat mendorong permintaan properti lantaran uang muka yang dibayarkan akan menjadi lebih kecil. Selain itu, relaksasi kebijakan juga dapat mendorong masyarakat yang ingin melakukan investasi di sektor perumahan.
"Karena didasarkan kepada income rule dan pemberian KPA-nya bisa indent sehingga harganya bisa lebih murah," jelas Maryono di Gedung Bidakara, Jumat (29/6/2018) malam.
Untuk BTN sendiri, uang muka alias down payment (DP) Kredit Pemilikan Rumah ( KPR) dibagi menjadi dua yaitu subsidi dan non-subsidi. Untuk KPR subsidi, uang muka yang harus dibayarkan sebesar 1 persen.
Sedangkan non-subsidi uang muka terendah yang harus dibayarkan berada pada kisaran 10 persen.
Senada dengan Maryono, Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wiroatmodjo menilai positf langkah BI melakukan relaksasi peraturan LTV.
Dengan adanya relaksasi ini, masyarakat akan dipermudah dengan adanya DP minimal hingga 0 persen sesuai dengan profil risikonya.
Selain itu, menurut dia relaksasi ini juga akan memberikan dampak positif bagi pihak pengembang atau developer lantaran mereka tidak perlu membutuhkan modal yang terlalu besar untuk membangun rumah.
Pihak pengembang pun juga bisa mendapatkan keuntungan lebih cepat untuk menambah modal.
"Kalau sebelunya developer membangun 40 persen baru dapet (keuntungan), kalau sekarang bisa ada stimulasi untuk meningkatkan penjualan dan pembangunan rumah baru," jelas Kartika pada kesempatan yang sama.
LTV cegah naiknya suku bunga kredit Maryono menilai langkah BI untuk melakukan suku bunga adalah bentuk antisipasi agar tidak terjadi lonjakan suku bunga kredit akibat naiknya suku bunga BI 7-Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 50 bps pada Jumat lalu.
Kalaupun bunga kredit harus meningkat, diharapkan kebijakan relaksasi LTV yang dapat mendongkrak pertumbuhan sektor properti bisa mengimbangi.
"Yang jelas akan bisa memberikan percepatan daripada permintaan properti walaupun ada peningkatan 7 days repo. Dan kalau misalnya kreditnya naik tapi diimbangi dengan kemudahan untuk mendapatkan KPR dan LTVnya lebih mudah. Sehingga banyak keringanan yg diberikan," ujar dia.
Peningkatan di sektor properti menurutnya dapat memberikan dampak peningkatan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) secara keseluruhan.
"Karena banyak faktor-faktor ekonomi yang ikut terdorong dengan adanya peningkatan properti itu," jelas Maryono.
Penyesuaian permintaan BTN sendiri akan segera melakukan penyesuaian terhadap permintaan KPR tahun ini. Menurut Maryono, dengan diberlakukannya relaksasi LTV target pertumbuhan kredit BTN sebesar 22 persen pada 2018 ini dapat terlaksana.
"Kalau nggak ada relaksasi kemungkinan tidak akan tercapai dengan adanya LTV saya kira tercapai, per Mei ini kredit sudah tumbuh di kisaran 19 hingga 20 persen," ujar dia.
BI sendiri sempat menyatakan, dengan adanya relaksasi kebijakan LTV ini, diharapkan dapat mendorong peningkatan pertumbuhan kredit hingga 14 persen.
"Kita bisa perkirakan kalau seandainya dengan pelonggaran ini kita bisa meningkatkan pertumbuhan kredit properti 13 hingga 14 persen," ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia Erwin Rijanto selepas Konferensi Pers rapat Dewan Gubernur pada Jumat lalu.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perbankan Nilai Relaksasi LTV Mampu Dorong Permintaan Sektor Properti"