Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Menepis Pesimisme Berlebihan Dari Divestasi 51 persen Saham Freeport Indonesia

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, melihat bahwa saat ini investasi memiliki jumlah yang besar dan fokus sendiri-sendiri.

Editor: Content Writer
zoom-in Menepis Pesimisme Berlebihan Dari Divestasi 51 persen Saham Freeport Indonesia
TRIBUNNEWS/ADIATMA FAJAR
Pengamat Energi dari Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro 

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, melihat bahwa saat ini investasi memiliki jumlah yang besar dan Bank BUMN sudah punya fokusnya sendiri-sendiri.

"Misalnya BRI lebih fokus ke mikro, Bank Mandiri dan BNI 46 juga sudah punya segmen sendiri-sendiri. Di perbankan kita juga ada yang namanya BMPK (Batas Maksimal Pemberian Kredit) yang ditentukan oleh Bank Indonesia (BI) mapun OJK, dan semua itu ada aturannya," ujar Komaidi.

Sementara itu, persoalan divestasi 51 persen saham Freeport Indonesia (FI), menurutnya membutuhkan dana yang besar sekali.

Ia khawatirkan jika bank BUMN ikut terlibat juga akan terlampaui juga batasan BMPK nya.

"Yang kedua, dengan adanya nilai tukar rupiah yang melemah dan sore ini mencapai Rp14,500 per dolar AS, maka kalau dananya kemudian harus dari dalam negeri dan dalam bentuk valuta asing seperti dolar AS tentunya tidak strategis juga. Berbeda jika kalau dana datang dari bank asing yang masuk ke Indonesia malah akan memperkuat nilai rupiah. Dari salah satu aspek bisa dilihat seperti itu," ujarnya.

Untuk selanjutnya ihwal hitung-hitungan pembiayaannya, Komaidi mengira hal ini sudah diinformasikan bahwa nanti dalam beberapa tahun ke depan negara/Inalum akan mendapatkan revenue dari operasional PT FI itu.

"Dasarnya, pembiayaan harus dilakukan kalau transaksi itu benar-benar terjadi," ungkapnya.

Berita Rekomendasi

Menurutnya, pembiayaan itu pasti sudah dihitung ini akan dikembalikan berapa? Lalu tiap tahun dapat berapa, dan hitung-hitungannya itu masih nett. Dalam artian hitung-hitungannya masih surplus.

"Jadi misalkan yang harus dibayar katakanlah satu, nanti dapatnya itu masih satu setengah. Saya kira sudah di kalkulasi dengan cermat, lagipula Budi Sadikin itu mantan Dirut Bank Mandiri dan hitung-hitungan bisnisnya sudah cukup matang. Tanpa saya mengesampingkan yang lain, tapi saya kira ada hal lain yang waktu di ILC saya lihatnya pembahasan tidak utuh," terangnya.

Biaya operasional Inalum dengan beban utang divestasi, menurut Komaidi, jika hitung-hitungannya sudah ada,  nanti Inalum akan dapat pemasukan tiap tahun karena sekarang juga produksinya sudah jalan.

"Kalau produksi sudah jalan, otomatis ada revenue. Hitung-hitungan di ILC itu tidak mengakomodasi atau tidak menghitung adanya revenue. Sementara revenue itu ada. Dan kalau beli PI maka Inalum kan dapat sharing-nya, tidak hanya dapat deviden. Mereka berani hutang Rp55 triliun pasti sudah ada kalkulasinya," ungkap Komaidi.

Menurut pendapat Komaidi, pihak asing berani memberi pinjaman sebesar itu sebab sudah melakukan valuasi dan hitung-hitungan mereka juga tidak ngawur.

"Itu satu point yang perlu kita pegang. Mereka berani memberi pinjaman karena tahu cadangan emas di Papua itu masih cukup besar. Bahkan sampai 23 tahun ke depan. Itu kalkulasi dari lembaga independen Inalum, atau Pemerintah RI masih akan mendapatkan 60-90 miliar dolar AS," ungkapnya.

Jadi kalau hutangnya cuma 3,5 miliar dolar AS, tambah Komaidi, dibandingkan potensi hitungan yang akan didapat sekitar 90 miliar dolar AS.

"Makanya kita berani. Selain itu, Saya kira Pasal 33 UUD 1945 mengamanatkan agar bumi, air dan kekayaan alam Indonesia harus kita kuasai. Maka agak repot kalau kemudian intelektual kita memberikan gambaran-gambaran pesimisme. Dalam konteks atau kacamata nasionalismse dan kepentingan ekonomi nasional rasanya tidak ada salahnya kalau hal ini kita kuasai," tutup Komaidi. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas