Konsumsi Cokelat di Indonesia Hanya 500 Gram per Orang Per Tahun
penetrasi konsumsi cokelat di Indonesia yang masih berkisar di angka 78 persen dibanding camilan lain seperti biskuit yang telah mencapai 90 persen
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri cokelat di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk berkembang.
Saat ini, cokelat merupakan kategori camilan terfavorit urutan ke-empat setelah kategori pastry, biskuit, dan permen dengan nilai pasar hingga 776 juta USD atau sekitar Rp 11,2 triliun rupiah.
Menjanjikannya peluang industri cokelat terlihat dari penetrasi konsumsi cokelat di Indonesia yang masih berkisar di angka 78 persen dibanding dengan kategori camilan lain seperti biskuit yang telah mencapai 90 persen.
Sachin Prasad, President Director Mondelez Indonesia menjelaskan bahwa potensi pada industri cokelat utamanya berada pada masih rendahnya tingkat konsumsi cokelat di Indonesia, yaitu sekitar 0.5 kg per orang per tahun.
“Semakin berkembangnya kelas menengah muda yang terbuka untuk mencoba pengalaman-pengalaman baru saat ngemil, membuat peluang industri ini semakin terbuka lebar," katanya.
Mondelez terus berkomitmen untuk mengembangkan kategori cokelat di Indonesia dengan menghadirkan produk cokelat berkualitas tinggi dengan citarasa cokelat asli yang lembut untuk memuaskan konsumen, melalui produk seperti Cadbury Dairy Milk,” jelas Sachin.
Baca: Oknum Polwan Ketahuan Curi Cokelat di Swalayan, Sang Suami Tak Terima lalu Hajar Karyawan Toko
Fadly Rahman, Food Historian menyatakan, menilik ke masa lampau, cokelat memiliki sejarah yang panjang di Indonesia.
Bahan baku cokelat, atau lebih dikenal dengan nama kakao, pertama kali dibawa ke Indonesia pada tahun 1560, namun saat itu kakao belum menjadi komoditas utama.
"Kakao mulai terkenal di tahun 1880 saat perkebunan kakao terbentuk di Jawa Tengah dan Jawa Timur," katanya.
Industri kakao mengalami perkembangan pesat di tahun 1938, dengan 29 perkebunan di Jawa, yang semakin mendorong pengembangan industri makanan yang berbahan dasar cokelat.
"Meski awalnya identik dengan gaya hidup bangsawan Eropa, seiring maraknya industri cokelat di awal abad 20, cokelat menjadi lebih populer sebagai pilihan ngemil masyarakat Indonesia,” terang
Saat ini, perjalanan cokelat di Indonesia tak lepas dari beragam tantangan.
Baca: Cara Kocak Ayu Dewi Agar Anak Tak Ketagihan Permen dan Cokelat
Andi Sitti Asmayanti, Cocoa Life Director for Southeast Asia, Mondelez International menjelaskan bahwa meskipun Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia.
"Pertanian kakao masih menghadapi berbagai tantangan diantaranya karena pertanian kakao yang masih dilakukan secara tradisional, sehingga produktivitasnya pun rendah, sehingga ketertarikan petani untuk membudidayakan kakao pun rendah," katanya.
Yanti menegaskan bahwa sebagai salah satu pengguna kakao terbesar di dunia, Mondelez International mengambil bagian untuk memberikan solusi dalam menjaga keberlanjutan kakao melalui program Cocoa Life.
“Cocoa Life adalah perjalanan jangka panjang Mondelez International untuk menciptakan rantai pasokan kakao yang kuat serta meningkatkan kesejahteraan para petani kakao dan komunitasnya,” ujar Yanti.
Kakao mengalami perjalanan panjang sebelum menjadi camilan cokelat yang siap dikonsumsi.
Proses fermentasi setelah memanen kakao justru paling penting dalam menentukan kualitas dan rasa cokelat. Setelah dijemur sampai kering dan dipanggang, biji kakao kemudian digilas sampai menjadi cocoa liquor.
Cocoa liquor tersebut kemudian diproses menjadi cocoa butter yang lebih padat. Untuk menjadi camilan cokelat yang siap dikonsumsi, cocoa liquor kemudian dicampur dan dipanaskan dengan cocoa butter, gula dan susu selama beberapa jam untuk kemudian didinginkan dan dibentuk sesuai produk yang diinginkan.