Tidak Sesuai Fakta, BFI Minta Penetapan Skorsing Dicabut
Sengketa kepemilikan saham PT BFI Finance Indonesia Tbk di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta kembali digelar.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sengketa kepemilikan saham PT BFI Finance Indonesia Tbk di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta kembali digelar.
Pada sidang Senin (3/9), Kuasa Hukum BFI Finance Hotman Paris Hutapea mengajukan Permohonan Pencabutan Penetapan No. 120/G/2018/PTUN.JKT tanggal 19 Juli 2018 yang diajukan kepada majelis hakim.
Menurut Hotman, pihaknya terkejut dengan isi dari penetapan yang bersifat penundaan atau skorsing yang dimohonkan oleh PT Aryaputra Teguharta (APT) tersebut.
Pasalnya, hal itu bertentangan dengan temuan fakta hukum persidangan dan bertentangan dengan ketaatan perundang-undangan. Dalam Penetapan No. 120 itu PTUN Jakarta melakukan skorsing atas akta perusahaan dan pemakaian nama PT BFI Finance Indonesia Tbk.
Padahal, pemakaian nama itu sudah belasan tahun diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia pada 30 April 2002.
“Penetapan (skorsing) tersebut dikeluarkan oleh Majelis Hakim secara sepihak dengan percaya begitu saja atas dalil penggugat (APT) bahwa penggugat baru mengetahui nama PT BFI Finance Indonesia Tbk 90 hari sebelum gugatan di Tata Usaha Negara diajukan pada tanggal 16 Mei 2018,” kata Hotman dalam keterangan pers yang diterima Kontan.co.id, Selasa (4/9/2018).
Padahal dari bukti-bukti yang ada, lanjut Hotman, APT sudah mengetahui nama PT BFI Finance Indonesia Tbk sejak 2002, karena APT sendiri sudah tujuh kali membuat surat permohonan penetapan eksekusi atas sengketa perdata kepada BFI Finance di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang secara jelas menyebut nama PT BFI Finance Indonesia Tbk.
“Jadi, tidak benar penggugat baru mengetahui adanya Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM dalam jangka waktu 90 hari sebelum gugatan Tata Usaha Negara diajukan,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata Hotman, gugatan yang diajukan APT itu seharusnya sudah kadaluwarsa karena telah terbukti bahwa penggugat sudah mengetahui SK Kemenkumham tentang akta perusahaan dan nama PT BFI Finance Indonesia Tbk sejak lama.
“Jadi penetapan yang diterbitkan oleh Majelis Hakim PTUN No. 120 tanggal 19 Juli 2018 bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan, khususnya Pasal 55 PTUN yang mengatur bahwa gugatan Tata Usaha Negara harus diajukan dalam jangka waktu 90 hari,” katanya.
Selain jangka waktu yang telah kadaluarsa, APT juga tidak memenuhi syarat dalam mengajukan gugatan di PTUN, karena APT bukan pemilik saham sehingga tidak memiliki kepentingan.
Hal itu sesuai dengan Pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN). Karena sudah tujuh kali permohonan eksekusi yang diajukan oleh APT selalu diputuskan sebagai putusan yang tidak dapat dieksekusi (non-eksekutable) oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sehingga penggugat tidak dinyatakan sebagai pemilik.
Seperti diketahui, meskipun telah tujuh kali kalah di Pengadilan Negeri, APT terus mengklaim masih memiliki saham di BFI Finance. Tak kunjung membuahkan hasil, pada 16 Mei 2018 APT banting setir dan memilih menggugat Kemenkumham di PTUN Jakarta.
Merasa menjadi objek sengketa, BFI Finance pun mengajukan diri menjadi tergugat II intervensi.