Pemerintah Diminta Kaji Ulang 200 Barang yang Terkena Kenaikan PPh Impor pasal 22
Kebijakan pemerintah ini sebelumnya sudah dilakukan kesepakatan bahwa kenaikan PPh impor pasal 22 ini hanya kepada barang-barang konsumtif saja
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan pemerintah menaikan Pajak Penghasilan (PPh) impor kepada 1.147 komoditi barang, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) melakukan review kembali.
Alasannya, beberapa barang yang mengalami kenaikan adalah yang bersifat modal dasar.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri, Rosan P. Roeslani menyebut sejauh ini timnya sedang mengumpulkan 200 komoditi yang dinilai perlu dilakukan review oleh pemerintah.
“Kalau assessment dari tim ada sekitar 200, barang-barang modal tentutanya. Kita lagi review dan akan kita sampaikan sesudahnya. Tapi intinya adalah barang-barang mendasar atau yang memang pertama tidak ada di sini. Walaupun ada disini tapi kontinuitas dari suplai barang itu tidak ada,” kata Rosan akhir pekan lalu.
Rosan mengatakan, kebijakan pemerintah ini sebelumnya sudah dilakukan kesepakatan bahwa kenaikan PPh impor pasal 22 ini hanya kepada barang-barang konsumtif saja.
Namun ia melihat ada beberapa barang yang diindikasikan merupakan barang-barang modal dasar.
Baca: Kadin Usul Subsidi Solar Dicabut
“Ya sebetulnya kita juga memberi beberapa masukan, tapi sebeum kebijakan itu keluar kita sudah mendiskusikan. Kita sudah sampaikan bahwa yang sifatnya konsumtif boleh diberlakukan. Tapi kalau ini yang sifatnya modal dasar atau barang-barang yang diperlukan untuk produksi ekspor ya kita harus hati-hati. Jangan sampai kita mengirim wrong signal, bawa kita menjadi lebih proteksionis lagi,” ujarnya.
Ekonom dari PT Bank Permata Joshua Pardede, kenaikan PPh impor pasal 22 dilakukan bukan tanpa kajian dan alasan yang mendalam.
Pemerintah pastinya sudah memiirkan aspek-aspek apa saja yang tidak merugikan para pelaku usaha local.
“Pasti sudah di pelajari dulu ya apa saja (komoditi yang masuk dalam PPh pasal 22 impor) yang merupakan barang final. Semestinya diharapkan tidak akan memberatkan juga ya dari sisi produksinya” kata Josua saat dihubungi, Minggu (16/9).
Namun Josua juga menambahkan jika saja memang ada beberapa barang yang setengah jadi atau tidak memiliki substitusi dalam negeri, diharapkan pemerintah bisa melakukan revisi.
Menurutnya hal ini jelas bisa mengurangi ketergantungan impor jika saja subrtitusi dalam negerinya ada.
“Kalau memang barang itu dikategorikan barang setengah jadi atau substitusi di dalam negeri tidak ada, mau tidak mau harus revisi. Karena ini bisa mendorong inflasi juga pada akhirnya ya kalau memang barang-barang itu merupakan komponen penting dan tidak bisa digantikan dalam subtiitusi dalam negeri.” katanya. (KONTAN/Kiki Safitri)