Regional Growth Strategy sebagai Jurus Dorong Ekspor
KEIN mendorong pemerintah untuk menyusun strategi pembangunan industri sesuai karakteristik daerah untuk dapat diarahkan menjadi produk andalan ekspor
Editor: Content Writer
Komite Ekonomi dan Industri Nasional mendorong pemerintah untuk menyusun strategi pengembangan industri sesuai karakteristik daerah (regional growth strategy) untuk dapat diarahkan menjadi produk andalan ekspor.
Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengatakan di tengah neraca perdagangan yang kembali defisit, pemerintah perlu mendorong ekspor untuk bisa mengimbangi neraca tersebut.
“Salah satu cara untuk meningkatkan ekspor adalah dengan mencari kembali produk apa yang mampu kita dorong dan dijadikan andalan dengan melihat potensi daerah-daerah yang ada di Indonesia,” jelasnya, Senin (17/9/2018).
Pasalnya, sambung Arif, beberapa daerah di Indonesia memiliki potensi komoditas ekspor yang belum terkelola dengan baik dan mayoritas di ekspor dalam bentuk mentah. Oleh karena itu, pengembangan industri harus mempertimbangkan bahwa setiap daerah memiliki kearifan yang berbeda-beda, baik dari segi potensi ekonomi, sosial, hingga kebudayaan.
Berdasarkan hasil kajian KEIN terhadap lima wilayah yang pertumbuhannya fluktuatif sebenarnya mampu berkontribusi positif terhadap pertumbuhan nasional, dengan catatan pertumbuhannya ekonominya stabil. Kelima wilayah tersebut Nangroe Aceh Darussalam, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Papua.
“Kita ini adalah bangsa yang sangat kaya dengan hasil alamnya, begitu juga dengan komoditas. Ekonomi di provinsi bisa meningkat jika kebijakan yang disusun sesuai dengan potensi yang dimilikinya,” ucap Arif.
Dari beberapa Focus Group Discussion (FGD) yang digelar oleh KEIN ditemukan komoditas yang memiliki potensi besar untuk diekspor. Di Aceh, komoditas unggulannya yakni kopi, teh rempah, bahan kimia anorganik, dan bahan bakar mineral. Masing-masing komoditas tersebut memberikan pangsa terhadap ekspor wilayah sebesar 44,5%, 23,4%, dan 16,7%.
Kemudian, di Kalimantan Tengah, bahan bakar mineral, lemak dan minyak nabati, dan karet serta barang dari karet menjadi komoditas yang memiliki potensi besar untuk diekspor. Adapun kontribusi terhadap ekspor wilayah masing-masing sebesar 56,59%, 16,45%, dan 10,49%.
Sementara itu di Papua, komoditas yang dapat didorong ekspornya yakni bijih tembaga dan konsentrat serta kayu dan barang dari kayu dengan pangsa terhadap ekspor wilayah masing-masing sebesar 93,25% dan 4,95%.
“Jadi bisa dilihat jika kebijakan dibuat berbasis wilayah maka dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi karena mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki, termasuk kita dapat mendorong ekspor demi menyudahi defisit neraca perdagangan,” papar Arif.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan nilai neraca perdagangan Indonesia Agustus 2018 mengalami defisit US$1,02 miliar, dipicu oleh defisit sektor migas US$1,66 miliar walaupun sektor nonmigas surplus US$0,64 miliar. (*)