BI Yakinkan Rupiah Akan Kembali Menguat karena Tekanan Global Mulai Mereda
Kamis 20 September 2018 kemarin aarus masuk modal asing ke Obligasi Negara mencapai Rp 2,8 triliun.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Ghina Ghaliya Quddus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Nilai tukar rupiah diperkirakan akan terus menguat di tengah tekanan pelemahan dollar dalam skala global.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah mengatakan, hal ini dipicu oleh dua hal. Pertama, bank sentral negara maju lainnya seperti bank sentral Norwegia dan Bank Nasional Swis mulai menaikkan suku bunga. Serta bank sentral Australia dan Swedia yang mulai memberikan sinyal akan menaikkan suku bunga.
Hal ini menurut Nanang, merupakan awal sebuah proses arah kebijakan moneter negara maju akan mulai konvergensi sehingga AS bukan satu satunya negara di kelompok negara maju dengan suku bunga yang tengah meningkat
"Bahkan dengan kemungkinan naiknya suku bunga The Fed pada pertemuan komite kebijakan moneter The Fed (FOMC) pekan depan, kalangan analis mulai meragukan akan menjadi penopang penguatan dollar," kata Nanang, Jumat (21/9/2018).
Indeks dollar atau DXY yang pada Mei 2018 mencapai 95,6 bahkan terus melemah menembus 94,0 dan pada sesi perdagangan New York mencapai 93,8. Ini juga mendorong kurs NDF rupiah di pasar internasional terus turun dalam sepekan ke Rp 14.840.
"Selain itu, turunnya kurs NDF ini juga dipeng
Baca: Bidik Sektor Infrastruktur dan Logistik, UD Trucks Tawarkan Kuzer ke Pengusaha Jawa Timur
aruhi oleh kurs spot rupiah di dalam negeri yang tidak berlanjut melemah, namun terjaga relatif stabil," ucapnya.
Kedua, pulihnya risk apetite atau minat penempatan dana investor global ke instrumen finansial di emerging market yang sebelumnya dihempaskan karena berisiko tinggi sehingga menjadi terlalu undervalued.
"Misalnya, yield obligasi pemerintah Indonesia yang sempat menyentuh 8,7% sudah cukup menarik, di tengah suku bunga implied swap rupiah yang tetap tetap stabil (meskipun kurs NDF naik). Suku bunga implied swap yiatu suku bunga dollar plus premi swap, dapat diartikan biaya meminjam rupiah (cost of funding)," jelasnya.
Kamis 20 September 2018 kemarin aarus masuk modal asing ke Obligasi Negara mencapai Rp 2,8 triliun.
Nanang mengatakan, ini mencerminkan minat penempatan dana asing di obligasi negera kembali meningkat.
"Dengan masuknya kembali dana para fund manager global ke negara emerging market, memicu penjualan obligasi AS sehingga yield obligasi pemerintah AS naik tembus 3%," tandasnya.
"Terjadinya rebalancing portofolio global ini akan membuat hubungan antara yield Obligasi AS dan dollar kembali ke teritori negatif," lanjutnya.