REI Usul Harga Rumah Subsidi Naik 7,5 Persen
rata-rata seharusnya setiap daerah kenaikannya sekitar 10 persen, namun REI mengusulkan kenaikan setiap tahun hanya sekitar 7,5 persen
Penulis: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia atau REI, saat ini sedang memperjuangkan perubahan harga rumah subsidi, dimana usulan sudah diserahkan kepada Kementerian PUPR untuk dibahas.
Ketua Umum DPP REI, Soelaeman Soemawinata, besaran kenaikan harga ditetapkan berdasarkan analisis harga yang diperoleh dari semua daerah, dirangkum dan dibandingkan menjadi satu harga yang paling ideal.
Dimana rata-rata seharusnya setiap daerah kenaikannya sekitar 10 persen, namun REI mengusulkan kenaikan setiap tahun hanya sekitar 7,5 persen dari sebelumnya 5 persen per tahun guna tetap menjaga harga masih terjangkau oleh masyarakat.
“Tetapi itu usulan dari REI, bukan keputusan. Kita akan perjuangkan besaran itu sehingga pengembang di daerah punya ruang untuk bisa mengembangkan hunian-hunian yang lebih berkualitas untuk masyarakat,” ujar pria yang karib disapa Kang Eman, pada acara Diskusi dan Media Gathering Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) di Jimmers Mountain Resort, Cisarua, Puncak, Bogor, Jumat (28/9/2018).
Baca: REI Akan Terus Mendukung Program Sejuta Rumah
Menurut Eman, kenaikan harga rumah subsidi diusulkan karena kendala dan situasi di daerah berbeda-beda, ada yang tanah keras, tanah sawah, tanah rawa, tanah lepung dan lain-lain, sehingga biaya untuk pematangan lahannya juga berbeda-beda.
Demikian pula ketersediaan material, setiap daerah berbeda-beda, dimana ada yang mudah dan sulit seperti daerah-daerah di ujung timur Indonesia, atau di daerah kepulauan. Semua faktor itu perlu dipertimbangkan, dan tidak bisa disamaratakan.
Ketiga, di bidang pertanahan. Saat ini, ungkap Eman, REI sangat intens bertemu dan berkomunikasi dengan Kementerian Agraria, Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk menyelesaikan berbagai persoalan pertanahan dan tata ruang di seluruh Indonesia. Sebagian besar daerah saat ini sudah dapat menikmati kemudahan proses sertifikasi tanah oleh BPN.
“Kalau ada masalah, sekarang kita bisa selesaikan dengan cepat. Itu garansi dari Pak Menteri Sofyan Djalil,” ungkap Eman.
Keempat, di bidang perizinan. REI menjadi salah satu instansi atau asosiasi yang ikut terlibat menggodok sistem perizinan terintegrasi secara elektronik atau Online Single Submission (OSS), dimana Wakil Ketua Umum DPP REI bidang Perizinan, M. Turino Junaedi masuk menjadi salah satu tim Satgas Nasional OSS.
Itu semua menunjukkan REI sudah bekerja dan berkontribusi dalam menyiapkan kemudahan perizinan berusaha, sekaligus bukti keberadaan REI diakui oleh pemerintah.
Kelima, di bidang perpajakan. REI secara intens terus berkomunikasi dengan Ditjen Pajak. Beberapa poin yang diusulkan REI kepada Ditjen Pajak antara lain mengenai penghapusan PPnBM untuk rumah mewah, penghapusan PPh Pasal 22 terkait penjualan barang yang tergolong sangat mewah, serta PPN masukan untuk rumah MBR diterima untuk kemudian direstitusi.
REI pun telah mengusulkan dan memperjuangkan supaya untuk peningkatan mutu rumah MBR dalam skala 20 persen di atas harga yang ditentukan PMK (Peraturan Menteri Keuangan), yang dikenakan PPh 2,5 persen hanya yang 20 persennya saja.
Kenapa? Karena ungkap Eman, seperti yang sudah disampaikan REI kepada Presiden Jokowi, kendala di setiap daerah berbeda-beda. Di Balikpapan misalnya, rumah MBR dibangun di areal yang kondisi tanahnya terjal, sehingga biaya cut and fill struktur dan grading-nya menjadi lebih mahal, sementara harga jual dibatasi dengan ketentuan PMK. Ini penting diperjuangkan sehingga pengembang punya ruang untuk tetap dapat membangun rumah subsidi berkualitas.
“REI juga sudah mengusulkan supaya dilakukan relaksasi perpajakan untuk membangkitkan sektor properti yakni terkait pajak final supaya tetap diberlakukan karena ada isu pajak nonfinal, kemudian pajak tanah terlantar juga sudah tidak diperlukan lagi diwacanakan, dan pajak-pajak lain terkait properti. Kita pantau dan urusin terus soal pajak-pajak properti ini,” tegas Eman.
Keenam, di bidang infrastruktur dan tata ruang. REI sudah memperjuangkan supaya pemerintah membuat aturan zonasi khusus bagi rumah murah yang diatur dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Selama ini kendala utama pengembangan rumah murah, selain persoalan izin, juga soal rendahnya infrastruktur serta akses ke transportasi publik. Dengan adanya zona khusus rumah MBR maka infrastruktur kawasan mendapat prioritas pemerintah, dan harga tanah bisa terkendali.
Menurut Eman, persoalan tata ruang di daerah banyak sekali. Di Kalimantan Selatan misalnya, banyak kasus pengembang sudah memiliki izin lokasi dan sudah punya site plan, namun saat waktu mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tidak bisa karena peruntukkan berubah. Demikian juga di Kepri, banyak kasus tata ruang yang semua itu akan terus dikawal REI dan dicarikan solusinya sesuai porsi wewenang pusat.
Yang ketujuh adalah pilar hukum dan regulasi properti. REI sudah mengambil peran penting dalam mengawal UU Pertanahan, UU Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), UU Rumah Susun, aturan hunian berimbang dan juga aturan kepemilikan properti bagi orang asing.