Rupiah Melemah dan Nembus Rp 15.218, Ekonom Minta BI Hitung Ulang Cadangan Devisa
Cadangan devisa yang menurun cukup besar menambah kekhawatiran pasar akan kemampuan pemerintah mengelola APBN dan stabilitas rupiah.
Editor: Choirul Arifin
Reporter Kontan, Adinda Ade Mustami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah kembali melemah pada Senin (8/10) hari ini. Pada penutupan perdagangan di pasar spot sore hari ini, rupiah berada di level Rp 15.218 per dollar Amerika Serikat (AS).
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan pelemahan rupiah hari ini. Pertama, tidak ada berita baru yang cukup baik yang bisa membangun sentimen positif di pasar.
"Sumber-sumber tekanan terhadap rupiah masih sama, tekanan global, dan kondisi domestik khususnya current account deficit atau CAD (defisit transaksi berjalan) belum membaik," kata Piter kepada Kontan.co.id, Senin (8/10/2018).
Selain itu kata dia, harga minyak mentah dunia juga diperkirakan terus meningkat. Hingga pagi tadi, harga minyak mentah West Texas Intermediete (WTI) untuk pengiriman November 2018 di New York Mercantile Exchange berada di US$ 73,81 per barel.
Baca: Ada Perubahan Syarat CPNS 2018 Terkait Akreditasi, Simak Penjelasannya dari Kemenpan RB
Sementara harga minyak brent untuk pengiriman Desember 2018 di ICE Futres sebesar US$ 83,37 per barel.
"Sementara cadev (cadangan devisa) yang menurun cukup besar menambah kekhawatiran pasar akan kemampuan pemerintah mengelola APBN dan stabilitas rupiah," tambah Piter.
Sampai akhir September lalu, posisi cadev kembali menurun ke level US$ 114,85 miliar.
Ia memperkirakan, tekanan terhadap rupiah masih akan panjang. Makanya, BI juga harus benar-benar berhitung dalam menggunakan cadev untuk stabilisasi kurs. "Jangan sampai BI salah hitung dan kehabisan nafas sendiri," tambahnya.