Menkeu Sri Mulyani Memprediksi Kenaikan Dollar AS Belum Berakhir
Dollar Amerika Serikat (AS), kembali menguat terhadap Rupiah, dimana nilai tukarnya hingga saat ini telah mencapai Rp 15.200.
TRIBUNNEWS.COM, BALI - Dollar Amerika Serikat (AS), kembali menguat terhadap Rupiah, dimana nilai tukarnya hingga saat ini telah mencapai Rp 15.200.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, kenaikan Dollar terjadi karena Amerika Serikat masih mendominasi market dunia, sehingga banyak dana-dana di pasar kembali ke Amerika saat negara adidaya tersebut menunjukkan keterangan positif.
Baca: Diduga Tertembak Peluru Nyasar, Juru Parkir Ditemukan Tak Bernyawa
"Kenaikan hari ini, kalau dilihat dipicu oleh naiknya Yield UU Tresury atau imbal hasil suku bunga obligasi AS dengan tenor 10 tahun. Ini meningkat luar biasa tajam," tegasnya usai mengikuti media gathering di Melia, Nusa Dua, Badung, Senin (8/10/2018).
Saat ini Yield 10 tahun bond AS telah naik tajam di atas 3,4 persen.
"Ini unprecedented," imbuhnya.
Mneurutnya, hal inilah yang menjadi salah satu faktor pergerakan dolar yang sangat cepat terhadap mata uang lainnya di dunia termasuk rupiah.
Angka 3,4 persen ini, telah melampaui batas psikologis atau threesold yield US Tresury yang selama ini hanya 3 persen.
"Kalau dahulu sudah mendekati 3 persen saja, akan memunculkan apa yang disebut reaksi dari seluruh pergerakan. Terutama nilai tukar dan suku bunga internasional. Sekarang sudah lewat 3 persen, dan mereka sudah sampai di atas 3,4 persen," sebutnya.
Sri Mulyani mengatakan, kenaikan suku bunga global, terutama Amerika Serikat pasti terjadi, dan mungkin akan jauh lebih cepat.
Untuk itu, kata dia, harus terus dilakukan penyesuaian, baik di dalam strategi pembangunan sehingga lebih stabil dan berdaya tahan.
Baca: Sempat Ngawur Pas Finis, Atlet Para-Swimming Syuci Indriani Sumbang Medali Emas Ke-4 untuk Indonesia
"Namun penyesuaian juga dalam bentuk nilai tukar, yang dalam hal ini fleksibel. Memang mungkin kita harus berhati-hati dari sisi speednya. Namun fleksibilitas dari nilai tukar itu tidak bisa dihindarkan karena merupakan bagian dari respon terhadap perubahan lingkungan global yang masih akan terus berjalan," jelasnya.
Ia pun memperkirakan, kenaikan dolar ini belum menemukan titik equilibrium atau titik keseimbangan baru.
"Kalau kita lihat, AS sendiri menyampaikan kenaikan suku bunga mereka masih sekali lagi. Itu yang dari The Fed, ditambah tahun depan antara 2 sampai 3 kali. Berarti kenaikan sudah bisa diprediksi," katanya.
Namun, kata dia, selain dari sisi The Fed, harus dilihat dari sisi fiskalnya seperti, APBN Amerika Serikat.
"APBN itu salah satu indikator, yang selalu dilihat sebagai indikasi apakah perekonomian Amerika mengalami overheating atau sebaliknya," katanya.
Untuk itu, kenaikan yield US Tresury 10 tahun dan suku bunga The Fed ini, semakin mengonfirmasi bahwa ekonomi AS makin tinggi.
"Dan oleh karena itu, respons dari sisi interest rate-nya mereka baik dalam bentuk US Tresury maupun dalam bentuk The Fed juga naik. Normalnya equilibrium belum tercapai dan diperkirakan akan berlangsung hingga tahun depan," ujar Sri Mulyani.
"BI sudah menjelaskan berkali-kali dan melakukan policy mix. Jadi kami dengan BI, akan melakukan policy mix ini sesuai domain-nya BI dalam hal ini mengelola nilai tukar. Kemudian makro prudensial dan dari sisi mereka melakukan intervensi, kami di pemerintahan melakukan mix dengan apa yang sudah dilakukan di moneter," tegasnya.(*)