Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun Bisnis

Indef: Relaksasi DNI Bukan Solusi Tepat untuk Jangka Pendek

langkah pemerintah untuk merelaksasi daftar negatif investasi (DNI) bukan solusi yang tepat untuk jangka pendek menekan defisit

Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Sanusi
zoom-in Indef: Relaksasi DNI Bukan Solusi Tepat untuk Jangka Pendek
Harian Warta Kota/henry lopulalan
PAKET KEBIJAKAN EKONOMI - Menko Perekonomian Damin Nasution di dampingi Sekretaris Kabinet Pramono Anung ), Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani (no dua dari kiri), Menteri Pariwisata Arief Yahya (paling kiri) ketika meluncurkan paket kebijakan ekonomi ke-10 terkait dengan sektor investasi di kantor Kepresidenan, Komplek Istana, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (11/2/2016). Paket kebijakan tersebut merevisi daftar negatif investasi (DNI) yang sebelumnya diatur dalam Perpres No 34/2014 yang bertujuan memberi perlindungan terhadap pelaku usaha kecil dan menengah (UKM). Warta Kota/henry lopulalan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah telah meluncurkan tiga kebijakan baru dalam penyempurnaan Paket Kebijakan Ekonomi ke-16 untuk menarik investasi dan memperbaiki defisit transaksi berjalan.

Salah satu kebijakan tersebut yaitu relaksasi aturan daftar negatif investasi (DNI). Pemerintah memastikan ada 25 bidang usaha dari sebelumnya 54 bidang usaha yang mengalami revisi DNI tersebut 100 persen boleh dimiliki oleh investor asing melalui Penanaman Modal Asing (PMA). 25 bidang usaha tersebut sebelumnya sudah terbuka untuk asing tapi porsi investasinya belum mencapai 100 persen.

Ekonom Insitute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara berpendapat, langkah pemerintah untuk merelaksasi daftar negatif investasi (DNI) bukan solusi yang tepat untuk jangka pendek menekan defisit. Sebab, sepanjang triwulan III-2018 saja, realisasi investasi tercatat turun tajam.

“Masalah kita sakitnya jangka pendek, sementara solusinya jangka panjang, sehingga ada diskoneksi antara kebutuhan sekarang untuk tekan defisit transaksi berjalan lebih rendah dengan formula kebijakan yang jangka pnjang,” kata Bhima, kepada Tribunnews.com, akhir pekan lalu.

Bhima menilai sejak 2016 pemerintah sudah merelaksasi Daftar Negatif Investasi untuk mendorong daya tarik penanaman modal di dalam negeri, tapi realisasinya, pada triwulan III-2018, investasi turun tajam.

“Saya duga bukan itu masalahnya, tapi komitmen investasi, yang sudah ada dengan realisasi ada gap, artinya mereka ini komitmen tapi tidak mau merealisasikan,” jelasnya.

Menurutnya, masalah yang bisa menjadi penghambat penanaman modal di dalam negeri bukan dari sektornya yang kurang prospektif, melainkan adanya aturan yang menghambat di sisi pemerintah daerah. untuk itu, seharusnya, kata Bhima, relaksasi harusnya lebih mengarah pada kebijakan yang sifatnya lebih teknis.

Berita Rekomendasi

“Problemnya bisa jadi sektornya sudah menarik tapi terhalang di peraturan level pemda, ini yang banyak kejadian. Kedua, sektor itu tertarik tapi pelonggaran kepemilikannya suah enak tapi ada kendala teknis, seperti pembebasan lahan misalnya,” ujarnya.

Inkonsistensi

Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto mengaku bingung dengan inkonsistensi pemerintah dari yang sebelumnya menyebut ada 54 bidang usaha sasaran relaksasi DNI namun kemudian berubah menjadi 25 bidang usaha yang diperbolehkan untuk dikuasai investor asing dengan porsi kepemilikan 100 persen.

“Waktu itu 54, dan kemudian berubah lagi jadi 28. Saya jadi bingung. I want to study next more,” ujar Ketua Umum Partai Gerindra itu kepada awak media seusai menjadi pembicara di acara Indonesia Economic Forum (IEF), Rabu (21/11/2018) di Hotel Shangri-la Jakarta.

DIketahui, bidang usaha yang sepenuhnya bisa digarap asing meliputi 8 bidang energi dan sumber daya mineral, 8 bidang usaha komunikasi dan informatika, 2 bidang pariwisata, 2 sektor perhubungan serta 3 sektor ketenagakerjaan dan 2 kesehatan.

Sementara itu, ada empat bidang usaha yang secara kualifikasi dikeluarkan dari DNI, karena nilai investasinya di bawah Rp 10 miliar, seperti usaha warung internet (warnet) dan pengupasan umbi.

Pengusaha Belum Siap

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta Pemerintah tidak perlu terburu-buru dalam mengimplementasikan kebijakan revisi Daftar Negatif Investasi 2018 yang baru akan berlaku akhir November ini.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani mengatakan, pemerintah seharusnya berkonsultasi terlebih dulu dengan dunia usaha dalam merumuskan suatu kebijakan Dengan adanya komunikasi dengan dunia usaha, hal tersebut untuk mencegah misinterpretasi di lapangan.

“Kami rekomendasikan pemerintah jangan buru-buru. Evaluasi bersama, ditunda dulu. Jangan laksanakan sebelum kita tahu bahwa isinya benar,” ungkap Shinta W. Kamdani saat ditemui di acara Indonesia Economic Forum (IEF), Rabu (21/11/2018) di Hotel Shangri-la Jakarta.

Sebab, Shinta menuturkan, tidak sedikit pengusaha yang belum paham dengan kebijakan tersebut. Sebab, masih terdapat sejumlah kesalahan interpretasi dalam merespons relaksasi DNI.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas