Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pengamat Sebut Sistem Tarif GO-JEK Lebih Peka pada Kesejahteraan Mitra Driver

Sistem penarifan Go-Jek masih lebih peka terhadap kesejahteraan mitra pengemudi, meski berpotensi terseret perang tarif yang dilakukan Grab.

Editor: Fajar Anjungroso
zoom-in Pengamat Sebut Sistem Tarif GO-JEK Lebih Peka pada Kesejahteraan Mitra Driver
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Pengemudi ojek online (ojol) berada di area drop off, di Balai Kota Jakarta, Selasa (31/7/2018). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menginstruksikan adanya tempat pemberhentian khusus bagi ojek online (ojol) di kantor-kantor Pemprov DKI. Area drop off untuk menurunkan dan menunggu penumpang sehingga tidak mengganggu lalulintas. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Pengamat Kebijakan Ekonomi Universitas Airlangga Rumayya Batubara menilai, sistem penarifan Go-Jek masih lebih peka terhadap kesejahteraan mitra pengemudi, meski berpotensi terseret perang tarif yang dilakukan Grab.

"Di tengah terpaan perang tarif dari kompetitor, Go-Jek masih lebih peka memperhatikan kekhawatiran mitra pengemudi dan masyarakat. Buktinya Go-Jek relatif lebih minim mendapat keluhan,” kata Rumayya Batubara, dalam penjelasannya kepada media, di Jakarta, Jumat (23/11/2018).

Menurutnya, perang tarif dalam bisnis penyedia layanan transportasi daring berbasis aplikasi ini, umumnya akan merugikan mitra pengemudi.

Jika kesejahteraan mitra pengemudi terabaikan, lanjutnya, jaminan keamanan dan keselamatan pengguna ikut berpotensi terdampak.

Oleh karena itu, Rumayya beranggapan sensitivitas terhadap kondisi di lapangan ini tak lepas dari aspek kelokalan yang Go-Jek miliki sebagai perusahaan dalam negeri, sehingga pendekatan kulturalnya lebih bagus.

“Sedangkan Grab yang berasal dari luar, justru memang terlihat lebih berjarak dengan mitra-mitranya,” ujarnya.

Baca: Fokus pada Tingkatkan Income Mitra Driver, GO-JEK Perkaya Fitur dan Layanan

Perbedaan mencolok bisa dilihat dari Grab yang menjalankan bisnis seperti tanpa kompromi terhadap mitra pengemudinya. Hubungan yang terjalin justru berjalan tidak seperti kemitraan, bahkan malah terkesan terlalu kaku dalam operasionalnya.

Berita Rekomendasi

“Termasuk soal teknis pembagian dan penarifan. Grab seperti kurang klik dengan para mitranya,” ucap Rumayya.

Bagi Rumayya, kompetisi dalam ekonomi bukan hal tabu, karena bisa mendorong harga menjadi lebih ekonomis. Namun, kompetisi bisa menjadi berbahaya jika pemainnya tinggal sedikit.

"Nah, di bisnis transportasi daring ini pemain besarnya tinggal dua perusahaan," cetusnya.

Akibatnya, salah satu pemainnya berusaha menguasai pasar dengan cara banyak bakar uang demi memukul lawan.

Akhirnya, Rumayya memaparkan, perang tarif tak terelakkan, akibat salah satu pemainnya membanjiri pasar dengan banyak promo dan menerapkan tarif sangat rendah.

Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas