Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Mengakselerasi Pertumbuhan di Era Ekonomi Digital

Bursa Efek Indonesia terus mengakselerasi pertumbuhan investor dan pendalaman pasar.

Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Mengakselerasi Pertumbuhan di Era Ekonomi Digital
TRIBUNNEWS.COM/FAJAR
Menteri Rudiantara menjelaskan optimisme ekonomi digital di Indonesia 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bursa Efek Indonesia terus mengakselerasi pertumbuhan investor dan pendalaman pasar.

Upaya tersebut dilakukan untuk memperkuat daya tahan pasar modal Indonesia dalam menghadapi masih tingginya ketidakpastian ekonomi global.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan Hoesen menyampaikan, pendalaman pasar modal dengan memperluas basis investor domestik, menambah jumlah perusahaan tercatat dalam negeri menjadi kunci menghadapi gejolak.

Hoesen mengibaratkan, kondisi pasar keuangan Indonesia seperti kolam yang masih dangkal. Sehingga ketika ada tekanan yang berasal dari eksternal, membuat pasar keuangan Indonesia lebih rentan terkena goncangan.

“Pasar kita dinilai tidak dalam, komentar dari pihak manapun mengenai Indonesia punya potensi bagus, demografinya bonus, tapi pasar masih dangkal,” kata Hoesen, saat acara media gathering Pasar Modal di Solo, Jawa Tengah, Jumat (16/11/2018).

Tak bisa dimungkiri, saat ini Indonesia memang masih sangat tergantung pada investor asing, hal tersebut terlihat dari arus transaksi modal pada investasi portofolio pada surat berharga negara (SBN).

Tercatat, saat ini porsi investor asing mencapai 37,12 persen dari total outstanding Surat Berharga Negara.

Berita Rekomendasi

Sementara, aksi jual bersih pelaku pasar asing sejak awal tahun ini hingga 23 November 2018 sebesar Rp 44,57 triliun. Akibatnya, sejak awal tahun ini, IHSG terkoreksi 5,50 persen sepanjang tahun ini.

Produk Derivatif

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Inarno Djajadi mengatakan, bursa telah menyiapkan beberapa insiatif yang akan dilakukan di tahun depan untuk memperdalam pasar dengan mengembangkan produk turunan atau derivatif.

Tujuannya, ketika ada risiko jual bersih (net sell) pelaku pasar asing, pasar saham dalam negeri akan tetap stabil.

Salah satu produk yang dikembangkan bursa adalah Single Stock Futures. Produk ini rencananya akan diluncurkan di tahun depan. Instrumen tersebut sebagai lindung nilai (hedging) atas posisi awal saham, sehingga, pelaku pasar mendapatkan jaminan harga dan tidak banyak terpengaruh terhadap pergerakan harga indeks.

Dengan adanya produk tersebut juga memberikan alternatif bagi investor agar tidak bertransaksi hanya satu arah. “Sehingga kalau ada penurunan indeks akan tetap didukung oleh produk yang lebih variatif,” ungkap Inarno.

Mengakselerasi Pertumbuhan

Bursa Efek Indonesia juga terus mengakselerasi pertumbuhan dan memperkuat basis investor domestik. Upaya itu, misalnya dilakukakan melalui penerapan electronic bookbuilding.

Tujuan adanya electronic bookbuilding tersebut diharapkan bisa menjangkau investor yang lebih luas dan memberikan persebaran yang lebih baik bagi investor ritel untuk bookbuilding saham-saham perusahaan yang melangsungkan initial public offering (IPO).

“Nantinya setiap investor, mau dari pelosok-pelosok itu bisa dapat kita jangkau melalui platform tersebut, poolingnya bisa lebih transparan,” ujarnya.

Selain itu, bursa juga menginisasi aturan mengenai pendaftaran elektronik (e-registration) yang tujuannya untuk mendukung efektivitas dan efisiensi dalam bertransaksi. “Registrasi lebih kepada elektronik lebih mudah dan tidak ada duplikasi, apa yang diharuskan di bursa terkoneksi dengan data di OJK,” jelas Inarno.

Insiatif lainnya ialah simplifikasi pembukaan rekening efek. Sehingga, masyarakat yang mau membuka rekening saham tidak perlu lagi bertatap muka, selain itu tanda tangan pemilik rekening efek bisa dilakukan secara digital.

“Tidak perlu tandatangan secara basah dan tatap muka, ini bisa menjangkau seluruh investor di pelosok,” kata Inarno.

Upaya menyiapkan infrastruktur secara digital itu bentuk kesiapan bursa menghadapi era ekonomi digital. Sebab, berdasarkan riset Morgan Stanley, nilai ekonomi digital Indonesia diperkirakan tumbuh hingga menjadi 2,7 triliun dollar AS pada akhir 2027 dengan nilai kapitalisasi pasar 1,5 triliun dollar AS.

Teknologi digital menjadi kunci akselerasi bisnis semua sektor industri, termasuk jasa keuangan.

Likuiditas Pasar

Tidak hanya mengakselerasi pertumbuhan investor ritel, bursa juga terus berupaya meningkatkan likuiditas pasar. Bursa Efek Indonesia juga mulai menjalankan kebijakan percepatan penyelesaian transaksi bursa dari T+3 menjadi T+2 pada 26 November 2018.

Penyelesaian transaksi T+2 merupakan penyelesaian penyerahan efek oleh pihak penjual dan penyerahan dana oleh pihak pembeli, di mana dilakukan pada hari bursa ke-2 setelah terjadinya transaksi tersebut.

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Laksono Widodo menilai penerapan transaksi T+2 telah dipraktikkan di berbagai bursa saham global seperti di
Amerika Serikat Kanada, Jepang, hingga Arab Saudi. “Penerapan transaksi T+2 best practice di dunia, karena lebih efisien, transaksinya bisa lebih cepat,” ungkap Laksono.

Dari sisi proses penyelesaian transaksi, dengan transaksi T+2, nantinya juga akan menurunkan biaya penyelesaian transaksi. Selain itu, perputaran dana juga lebih cepat, sehingga likuditas di pasar akan lebih tinggi. "Harapannya, sistem ini positif terhadap likuiditas pasar,” ujarnya.

Kepala Riset Koneksi Kapital Indonesia Alfred Nainggolan, kepada Tribunnews.com mengatakan, penerapan transaksi T+2 akan akan membuat transaksi semakin likuid dan bisa meningkatkan rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) BEI.

“Goal-nya transaksi makin meningkat karena pasar selama ini semakin nyaman ketika dananya lebih cepat ke rekening, makin cepat transaksinya semakin bagus,” kata Alfred, Rabu (21/11/2018).

Investor Terus Tumbuh

Bursa Efek Indonesia mencatat, sejak awal tahun ini, investor baru saham terus tumbuh, angkanya mencapai 200.935 single investor identification (SID).

Data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per tanggal 19 November 2018 menunjukkan, total jumlah investor saham di BEI telah mencapai 829.426 SID. Jumlah tersebut meningkat 31,97 persen dibandingkan dengan total capaian jumlah investor di akhir 2017 sebesar 628.491 SID.

Sampai dengan akhir Oktober 2018, rata-rata investor aktif per bulan juga meningkat menjadi 126.240 SID atau naik 27,8 persen dibandingkan rata-rata investor aktif per bulan di 2017 sebesar 98.718 SID.

Dari sisi demografi, pertumbuhan investor baru tersebut tidak hanya berpusat di Jawa, tapi juga meluas ke Indonesia bagian timur. Menariknya, dari sisi demografi, kaum muda makin menunjukkan peningkatan yang signifikan.

Milenial Kian Potensial

Direktur Pengembangan BE Hasan Fawzi mengatakan, investor muda terutama usia 18-25 tahun atau milenial menjadi yang tertinggi pertumbuhannya dalam 2 tahun terakhir, naik lebih dari dua kali lipat dibanding pada akhir tahun 2016. Pertumbuhan jumlah investor baru per bulan yang rata-rata melampaui 19.000 SID baru setiap bulannya.

“Investor saham per hari ini tumbuh 200 ribu. Usia di bawah 35 tahun itu pertumbuhannya paling cepat,” kata Hasan Fawzi, Kamis (22/11/2018) di BEI, Sudirman, Jakarta.

Adapun, untuk keseluruhan investor pasar modal, jumlahnya saat ini di angka 1,5 juta investor. Bursa menargetkan di tahun ini, jumlah investor akan meningkat menjadi 1,6 - 1,7 juta investor. “Mudah-mudahan akan bertambah karena tidak hanya terdiri dari investor saham. Akan ada kontribusi dari penambahan investasi di reksadana dan obligasi,” ujarnya.

Caesar Akbar, pekerja swasta di Jakarta, adalah salah satu contohnya. Ia adalah satu dari banyaknya generasi milenial yang mulai sadar akan investasi. Ia memutarkan uang tabungan miliknya di reksadana Tanamduit dan reksadana Tokopedia.

Kedua reksadana tersebut prognosanya berkisar 4 - 5,6 persen per tahun. Ia telah memulai berinvestasi di kedua platform tersebut sejak 6 bulan terakhir. “Kalau yang sudah diinvestasikan sekitar 2 juta perbulannya,” kata Caesar kepada Tribunnews.com, akhir pekan lalu.

Namun, ketika ditanya lebih lanjut, kenapa tidak memilih membuka rekening saham dan berinvestasi di instrumen tersebut, ia masih mempelajarinya, karena berinvestasi saham ada risikonya. “Profil saya cenderung konservatif, belum berani investasi di saham karena ada risiko loss,” tuturnya.

Otoritas Jasa Keuangan juga mendorong kian banyaknya generasi milenial berinvestasi di pasar modal yang sifatnya jangka panjang, tidak hanya jangka pendek. Hadirnya galeri Bursa Efek Indonesia yang ada di kampus-kampus diharapkan mampu menjaring minat dan mendorong peningkatan jumlah investor generasi milenial.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas