Menteri Darmin: Ekspor Indonesia Tak Terpengaruh Aksi Aktivis Greenpeace Panjat Kapal Tanker CPO
Dalam aksinya, aktivis Greenpeace menuding ekspor CPO asal Indonesia dihasilkan dari perusakan lahan hutan.
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memberikan tanggapan atas aksi enam aktivis LSM Greenpeace menaiki kapal tanker Stolt Tenacity di Teluk Cadiz, Spanyol, beberapa waktu lalu.
Saat aksi ini terjadi kapal tersebut mengangkut minyak sawit mentah (CPO) asal Indonesia untuk diekspor ke Eropa.
Darmin mengatakan, aksi itu tidak akan memberikan dampak yang negatif bagi kinerja CPO Indonesia.
Darmin menilai, aksi itu memang seharusnya dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat yang berpusat di Amsterdam itu.
Dalam aksinya, aktivis Greenpeace menuding ekspor CPO asal Indonesia dihasilkan dari perusakan lahan hutan.
“Greenpeace itu memang pekerjaannya itu, kenapa you terlalu susah, kalau perlu dia naik di anjungannya,” ungkap Menko Darmin, Selasa (28/11/2018) di Hotel Bidakara, Jakarta.
Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Indonesia memiliki kontribusi yang sangat tinggi untuk memenuhi konsumsi nabati Uni Eropa. Tercatat, share ekspor CPO Indonesia mencapai 80 persen total impor Uni Eropa, selebihnya dari Malaysia. Secara kumulatif dari awal tahun sampai September 2018, Indonesia mengekspor 22,95 juta ton minyak sawit.
Baca: Mercedes Benz A45 AMG dan Honda CRV 2.4 AT Hasil Rampasan KPK Dilelang dengan Harga Miring
Karenanya, Menteri Darmin menilai, aksi itu tidak akan menyebabkan ekspor sawit Indonesia menjadi terganggu. “Enggaklah (mengganggu ekspor) itu, memang pekerjaannya begitu,” jelas Darmin.
Peneliti Insitute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara berpendapat, kampanye hitam terhadap industri sawit dalam negeri harus ditangani dengan cepat agar dampaknya tidak meluas terhadap kepada permintaan sawit dalam negeri dan makin defisitnya neraca perdagangan.
Menurutnya, sawit merupakan salah satu komoditas penyumbang devisa non migas yang terbesar.
Bhima menilai, kampanye hitam itu menimbulkan efek bukan saja ke satu dua perusahaan yang disasar, melainkan seluruh rantai pasok industri sawit.
“Yang rugi adalah pekebun sawit rakyat. Imbasnya, pembeli sawit di luar negeri khususnya negara maju mengurangi permintaan sawit dari indonesia karena isu lingkungan yang berlebihan,” ujarnya.
Sebagai contoh, kata Bhima, di 2030 sawit Indonesia terancam tidak bisa di ekspor ke negara Uni Eropa terutama untuk bahan baku energi terbarukan. Alasannya karena isu sawit merusakan lingkungan yang terus dikampanyekan LSM asing mempengaruhi pemerintah maupun parlemen Eropa.
“Kita akan kehilangan potensi pasar yang besar sekali. Nasib sawit bisa sama dengan komoditas lain yang pernah berjaya seperti rempah-rempah,” tukasnya.
Bhima juga mendorong agar pemerintah melakukan tindakan yang tegas bagi LSM asing yang bisa berpotensi mengganggu sektor kelapa sawit di dalam negeri.
“Harus ada tindakan yang tegas terhadap semua LSM asing yang dianggap mengganggu sektor kelapa sawit,” kata Bhima.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.