Raksasa Minyak China Sinopec Skors Dua Pejabat Tingginya, Ada Apa?
Sinopec ditengarai merugi pada semester II-2018 karena salah memproyeksi pasar.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Nur Qolbi
TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Perusahaan minyak terbesar China, Sinopec, menjatuhkan skors terhadap dua pejabat tingginya setelah perusahaan itu merugi. Dua orang itu adalah Presiden Unipec Chen Bo dan perwakilan senior Partai Komunis di Sinopec, Zhan Qi.
Pemerintah China tengah memeriksa operasi Sinopec untuk jangka waktu beberapa tahun terakhir. Sinopec ditengarai merugi pada semester II-2018 karena salah memproyeksi pasar. Namun menurut sumber Reuters, semua itu bukanlah salah kedua pejabat perusahaan tersebut.
Chen naik ke pangkat teratas Unipec secara perlahan-lahan. Ia merintis perusahaan minyak itu dari lini gas alam cair. Dia juga yang menganjurkan perusahaannya untuk meningkatkan impor minyak mentah dari Amerika agar negaranya memiliki pemasok yang berbeda-beda.
Baca: Penanganan Darurat Bencana Tsunami Banten Berlaku Sampai 9 Januari 2019
Beberapa pengusaha minyak mengatakan, penghapusan Chen bisa menciptakan ketidakpastian dalam perusahaan tersebut. “Dia telah menjadi orang kunci dalam industri perdagangan minyak dalam dekade terakhir,” kata salah satu pengusaha minyak di Asia seperti dikutip dari Reuters.
Di sisi lain, juru bicara Sinopec mengatakan, perusahaannya menskors dua orang itu karena alasan tertentu. Ia juga bilang, Unipec tetap beroperasi seperti biasa.
Baca: Kominfo Stop Bisnis Bolt, Pengelola Diminta Siapkan Gerai Pengembalian Pulsa Pelanggan
Harga minyak Benchmark Brent dan West Texas Intermediate (WTI) turun sekitar 40% sejak mencapai harga tertingginya dalam empat tahun pada Oktober 2018. Pada Kamis (27/12), saham Sinopec turun sebesar 6,7% dari Rabu (26/12). Harga sahamnya di Bursa Saham Shanghai juga ditutup pada CNY 5,25 (US$ 0,76), terendah dalam dua tahun terakhir.
Laba bersih Sinopec turun pada kuartal III-2018. Padahal, laba Sinopec terus naik selama lima kuartal berturut-turut.
Bahkan, pada sembilan bulan pertama 2018, perusahan itu mencatatkan rugi CNY 5,47 miliar (US$ 794 juta). Hal ini terjadi akibat perubahan nilai tukar mata uang asing dan kepemilikan salam instrument keuangan derivatif.