Sering Komplain, Kelas Menengah Disebut Penyebab Sri Mulyani Sulit Tidur Tenang
Masyarakat yang jumlahnya mencapai sekira 60 juta orang di Indonesia itu sebagai agen perubahan atau agents of change berkat sikapnya
Penulis: Ria anatasia
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ria Anatasia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, kehadiran kelompok masyarakat kelas ekonomi menengah penting dalam menentukan kebijakan pemerintah dan pelayanan publik.
Ia menyebut, masyarakat yang jumlahnya mencapai sekira 60 juta orang di Indonesia itu sebagai agen perubahan atau agents of change berkat sikapnya yang sering menyampaikan keluhan.
"Saya menyebutnya mereka profesional complainers. Mereka bagus agar bu Sri Mulyani kerja lebih keras," ungkap Chatib dalam Forum A1 bersama Menkeu Sri Mulyani di Cikini, Jakarta, Selasa (22/1/2019).
"Karena mereka bisa memaksa pemerintah untuk provide atau menyediakan peralatan atau jasa publik yang lebih baik. KTP lama, marah. SIM lama, marah. akibatnya sekarang jadi cepat (pelayanannya)," tambahnya.
Menkeu di era pemerintahan SBY itu mencontohkan, pelayanan transportasi bus yang kian meningkat akibat adanya kritik dari masyarakat.
Baca: Menteri Keuangan Era SBY Bandingkan Tekanan Ekonomi RI Tahun 2013 dan 2018, Berat Mana?
"Dulu saya sekolah naik bus harga Rp.10 ada bus saja saya senang. Tahun 1980-an di jakarta naik patas AC. Kita senangnya luar biasa ada ac-nya. Kemudian transjakarta, ada yg complain sexual harrasment minta khusus perempuan. Jadi dari ada bus, ada AC, political correctness," jelasnya.
Menurut Chatib, kelas menengah yang disebutnya "cerewet" itu bisa berperan baik dalam peningkatan pelayanan dan kebijakan oleh pemerintah. Asalkan, kritikan yang disampaikan dalam batas wajar dan konstruktif.
"Peran kelas menengah yg cerewet itu bikin Bu Ani enggak tenang, kalau birokrat tidur nyenyak bahaya. Kalau saya udah keluar (dari pemerintahan) jadi enak tidurnya," kelakarnya.