PHK Terhadap Karyawan Outsourcing Harus Sesuai Ketentuan
saat ini banyak perusahaan pemberi kerja yang mem-PHK secara sepihak terhadap karyawan outsourcing-nya
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam dunia usaha, penggunaan jasa outsourcing memang sudah tidak asing lagi. Hanya saja, tidak semua orang paham tentang outsourcing, ditambah lagi ada berita-berita yang negatif seputar karyawan outsourcing dan bahkan ada yang berlanjut ke ranah hukum.
Tak hanya itu, saat ini banyak perusahaan pemberi kerja yang mem-PHK secara sepihak terhadap karyawan outsourcing-nya yang tergabung dalam Serikat Pekerja.
Ketua Umum Indonesian Outsourcing Association – IOA ABADI (Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia), Greg Chen mengatakan, harus dilihat terlebih dahulu bagaimana ketentuan yang diberlakukan klien yang dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama (PKS) kedua belah pihak.
"Sesuai ketentuan perundang-undangan, sah saja memutus kontrak atau PHK saat di tengah jalan. Tapi Undang-undang mengharuskan klien membayar gaji pokok dan juga tunjangan yang masih tersisa sesuai kontrak yang harus dijalani. Jika semua regulasi diikuti umumnya tidak akan terjadi masalah,” kata Greg dalam siaran pers, Senin (1/3).
Baca: Fans Persebaya Bisa Leluasa Masuk ke Stadion Gelora Bung Tomo Jalannya Sudah Diperlebar
Di bidang industri apapun, termasuk migas, perkapalan, dan perbankan, bila aturannya diikuti, komunikasi lancar dan ada itikad baik, maka akan berjalan mulus.
Sebaliknya masalah terjadi, jika kontraknya tidak diperpanjang, namun ada risiko terjadinya penyalahgunaan atau pelanggaran aturan oleh vendor. Ini dapat diselesaikan melalui jalur hukum atau melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
“Namun demikian penyelesaian melalui jalur PHI amat tidak diminati, mengingat proses penyelesaian yang panjang, berbelit, dan menghabiskan dana tidak sedikit. Mereka akan lebih memilih penyelesaian langsung melalui perundingan bipartite dengan karyawan atau pekerja,“ kata CEO PT Outsource Indonesia ini.
Sebenarnya sistem pekerjaan kontrak tidak dapat diberlakukan terlalu lama. Ada jangka waktu masa kontrak pekerjaan, yaitu maksimal selama dua tahun. Selanjutnya bisa diperpanjang maksimal satu tahun.
Setelah masa tersebut terlampaui, maka dapat diperpanjang lagi untuk dua tahun berikutnya, namun harus melalui masa pembebasan kontrak selama sebulan. Jadi siklus pekerja kontrak, maksimal adalah lima tahun masa kerja.
Secara terpisah, Bukhori Hasibuan, Mantan LBH Nasional mengatakan, tindakan pemutusan hubungan kerja harus didasari UU. Menurut pengacara dari firma hukum Bukhori Hasibuan dan Rekan, ada sejumlah cara mengatasi konflik dalam PHK.
Pertama adalah melakukan mediasi atau musyawarah yang difasilitasi melalui Dinas Tenaga Kerja setempat. Alternatif kedua adalah penyelesaian yang dilakukan lewat Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Ketua Komite Tetap Ketenagakerjaan Kadin Indonesia, sekaligus Ketua Tetap Sertifikasi dan Kompetensi Apindo, Iftida Yasar mengemukakan, sebenarnya pekerjaan alih daya ataupun paruh waktu dilakukan melalui sistem kerja sama kedua belah secara business to business (B to B).
“Misalnya perusahaan pemberi pekerjaan seperti antara pihak pelabuhan dengan perusahaan penyedia jasa kontainer. Setelah itu perusahaan penyedia jasa outsourcing itu melakukan kontrak kerja dengan karyawannya, sehingga kerjasama ini melibatkan tiga pihak,” katanya.
Berita Ini Sudah Dipublikasikan di KONTAN, dengan judul: Asosiasi: PHK terhadap karyawan outsourcing harus sesuai ketentuan