Nuklir Dianggap Bukan Solusi Terbaik Sumber Energi
Menurut Rinaldy adalah pada perencanaan seringkali rencara sudah dibuat dan ditetapkan, namun lemah pada sisi penerapannya.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Untuk memenuhi kebutuhan terhadap energi yang terus meningkat setiap tahunnya, nuklir bukanlah solusi terbaik melainkan matahari sebagai sumber energi terbesar yang dimiliki Indonesia namun kendala yang dihadapi saat ini adalalah biaya dan teknologi.
Demikian dikemukakan anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi dalam Seminar Nasional “Pengelolaan Sumber Daya Energi yang Berkelanjutan untuk Ketahanan Nasional’, di Ciputat, Selasa (26/3/2019).
“Karena Indonesia beriklim tropis dan matahari sebagai sumber energi yang mampu memberikan panas dan sinarnya selama 12 jam lebih, maka Pembangkit Listrik Tenaga Matahari (PLTM) yang jauh lebih cocok bagi Indonesia. Hanya saja terkendala pada biaya dan teknologi,” kata Rinaldy.
Hadir dalam seminar ini, mantan Menteri ESDM dan Menhan Purnomo Yusgiantoro dan pakar geologi Surono, serta Direktur Aneka Industri Haris Yahya.
Dia menambahkan, lampu-lampu hemat energi berasal dari sel matahati (solar cell) sudah banyak dijual dipasaran dan harganya pun sudah jauh menurun. “Dahulu lampur solar cell itu harganya ratusan ribu sekarang cuma Rp 6.000 saja. Jadi, kini jauh lebih murah,” jelas Rinaldy.
Baca: Tiga Pekerja Fasilitas Nuklir Australia Terkena Tumpahan Bahan Kimia
Kendaraan roda empat, tambah Rinaldy, telah banyak yang menggunakan tenaga hybrid dan ini merupakan momen untuk melakukan penghematan energi fosil. “Saatnya beralih dari fosil ke enrgi baru dan terbarukan (EBT),” jelas Rinaldy.
Sangat diharapkan, kata dia, pemerintah untuk mempercepat penggunaan teknologi solar sebagai pemasok kebutuhan energi lisrik di perumahan, sebab kini teknologi yang mengandalkan matahari sudah jauh lebih murah dan bisa diterapkan.
Rinaldy melanjutkan sumber lain yang juga bisa dilakukan penelitian adalah sumber arus laut, ombak dan angin. “Untuk energy angina, saat ini sudah ada Pembangkit Listrik Tenaga Angin namun masih mahal,” papar Rinaldy.
Kelemahan dari bangsa Indonesia, menurut Rinaldy adalah pada perencanaan, seringkali rencara sudah dibuat dan ditetapkan, namun lemah pada sisi penerapannya. “Kelemahan dari Bangsa ini yaitu, sudah ada rencana, namun sering kali rencana tersebut tidak terlaksana,” katanya.
Jadi, lanjut dia, energy nuklir masih belum menjadi alternative energy yang patut dipertimbangkan, mengingat masih banyak sumber lainnya yang bisa menjadi pilihan serta tidak berbahaya. ”Sampai saat ini energi nuklir belum menjadi alternatif energy,” tegas Rinaldy.
Sementara itu, mantan Menteri ESDM dan Menhan Purnomo Yusgiantoro mengatakan ada beberapa faktor yang memengaruhi ketahanan energi di dunia yaitu politik dan keamanan. “Politik dan keamanan merupakan sumber konflik dan sangat berpengaruh pada ketahanan energi dunia,” kata Purnomo.
Purnomo mencontohkan konflik yang berkaitan dengan sumber daya alam (SDA) sepeti Malaysia dan Brunei terhadap minyak, konflik Laut China Selatan dan konflik lainnya sering tumpang tindih dengan SDA yang terkandung didalamnya.
Menurut dia, pada periode 2030-2040 pemakaian energi fosil masih sangat dominan dan hal ini mengakibatkan tingkat ketergantungan terhadap energi fosil makin tinggi. “Jadi perlu energi alternative,” jelas Purnomo.
Untuk Indonesia, sambung Purnomo, sumber energi berasal dari letak geografis, demografi dan modal dinamik. “Faktor-faktor yang dapat memengaruhi ketahanan nasional dan secara langsung akan mempengaruhi ketahanan energi nasional karena ketahanan nasional tidak akan bekerja bila ketahanan energi tidak benar dikelola.