Pesan Khusus Sri Mulyani ke Presiden Bank Dunia Baru
Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani menyampaikan ada tiga langkah prioritas yang perlu dijalankan David Malpass, Presiden Grup Bank Dunia
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani menyampaikan ada tiga langkah prioritas yang perlu dijalankan David Malpass, Presiden Grup Bank Dunia yang baru terpilih.
Itu disampaikan Menkeu saat menjadi salah satu pembicara dalam Joint Seminar Bretton Woods Committee and Center for Global Development, Amerika Serikat.
“Beliau telah terlibat dalam kenaikan modal Bank Dunia pada tahun 1980 dan pengetahuannya harus ditingkatkan. Bank Dunia telah banyak berubah dalam proses bisnis dan berbagai hal,” ungkap Menkeu seperti disiarkan Kabiro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira, Jumat (12/4/2019).
Sejak kepemimpinan Presiden Bank Dunia Robert Zoellick telah terjadi banyak perubahan di tubuh organisasi Bank Dunia termasuk dalam hal proses bisnis.
Bank Dunia telah melakukan reformasi sehingga lebih gesit dan responsif dalam merespon isu korupsi dan demokratisasi data.
Baca: Di Forum Bank Dunia, Hendi Sebut Ada Tipe ASN Setengah Kopling
Pertama, Menkeu berharap Malpass memiliki concern pada isu spesifik sebagaimana kepemimpinan Presiden Bank Dunia sebelumnya.
“Yang harus dilakukan adalah memastikan bagaimana operasi Bank Dunia ke sebuah negara atau bagaimana janji Bank Dunia kepada negara terkait peningkatan modal kepada semua negara,” ujar Menkeu.
Selanjutnya, Menkeu menyampaikan kebijakan yang akan banyak ditunggu adalah penanganan terkait middle income country khususnya Tiongkok.
Ketiga, pada masa kepemimpinan Zoellick, ada isu spesifik yang menjadi perhatian yaitu korupsi dan transparansi data. Sedangkan pada masa Jim Kim, perhatian tertuju pada isu sumber daya manusia dan perubahan iklim.
“Mungkin di era Malpass, dia akan lebih concern pada koefisien gini, inequality, kebijakan bagaimana negara bisa berkembang optimal dengan intervensi minimal.”