Dunia Perbankan Mulai Berubah, Benarkah? Berikut Penjelasannya
Disruption’ dan ‘Digitalisasi’ tentu menjadikan perusahaan-perusahaan di Indonesia berlomba-lomba untuk berubah dan mendigitalisasi perusahaannya.
TRIBUNNEWS.COM - “Kami tidak melakukan kesalahan apapun; tiba-tiba kalah dan punah.” Itulah yang diungkapkan Mantan CEO Nokia Stephen Elop atas keterpurukan perusahaan Nokia yang dulu pernah berjaya.
Kutipan yang ada pada buku Disruption karya Rhenald Kasali ini sedikit banyak memberikan kita sebuah gambaran tentang “Disruption” (perubahan), yakni sebuah fenomena yang tak hanya terjadi hari ini (today), melainkan fenomena hari esok (the future) yang dibawa oleh para pembaharu ke saat ini, hari ini (the present).
Dalam artikel berjudul ‘Meluruskan Pemahaman soal “Disruption”’ yang dimuat kompas.com, “Disruption” sejatinya bukan hanya mengubah “cara” berbisnis, melainkan juga fundamental bisnisnya, contohnya seperti struktur biaya sampai ke budaya, dan bahkan ideologi industrinya.
Disruption pun, menurut Rhenald, telah terjadi secara luas, mulai dari pemerintahan, ekonomi, hukum, politik, sampai penataan kota, konstruksi, pelayanan kesehatan, pendidikan, kompetisi bisnis dan hubungan-hubungan sosial, bahkan hingga konsep marketing.
Kesadaran akan ‘Disruption’ atau ‘perubahan’ semakin ditambah dengan digitalisasi yang kini semakin terasa di semua lini kehidupan. Bahkan menurut Guillaume de Gantes, Partner, Indonesia, McKinsey & Company yang dilansir dari Kontan.id, Indonesia ternyata merupakan negara tercepat yang melakukan adopsi digital.
“Proses digitalisasi di Indonesia berada di level yang cukup bagus dibandingkan dengan Brazil dan China,” kata Guillaume de Gantes dalam penjelasannya, Senin (11/2/2019).
Kedua faktor tersebut, yakni ‘Disruption’ dan ‘Digitalisasi’ tentu menjadikan perusahaan-perusahaan di Indonesia berlomba-lomba untuk berubah dan mendigitalisasi perusahaannya. Satu diantaranya seperti yang dilakukan Bank Muamalat.
Mengikuti perkembangan zaman dan mengantisipasi apa yang akan terjadi kedepannya, salah satu Bank Syariah di Indonesia ini mulai melakukan perubahan di dalam perusahaanya.
Agar karyawan bisa mengikuti perubahan, mereka menggelar program “I’m Possible” untuk menambah wawasan karyawannya.
Program ini mengajak karyawan Bank Muamalat untuk mengunjungi perusahan-perusahaan startup dan perusahaan teknologi. Contohnya, baru-baru ini Bank Muamalat mengunjungi kantor Alibaba Indonesia dan Twitter Indonesia.
Pada kunjungan ini karyawan Bank Muamalat melihat langsung cara kerja perusahaan-perusahaan tersebut yang ternyata jauh lebih fleksibel, serta memanfaatkan teknologi untuk mengefisienkan waktu dan biaya.
Lewat program ini, menurut Chief Executive Officer (CEO) Bank Muamalat Achmad K Permana, diharapkan para karyawannya mampu mencetuskan ide-ide kreatif dan inovatif yang kemudian bisa diimplementasikan di Bank Muamalat.
“Program I’m Possible bertujuan untuk membangun budaya untuk terus belajar dan mengasah kemampuan diri. Ini juga sebagai bukti bahwa Bank Muamalat siap menghadapi era digital, dengan belajar dari startup, kami yakini ada nilai-nilai yang bisa diambil tanpa melupakan jati diri kami sebagai bank,” katanya.
Namun ternyata, upaya ‘Disruption’ telah dilakukan oleh bank syariah pertama di Indonesia ini cukup lama.
Hasil nyatanya terlihat pada penghargaan yang diterima Bank Muamalat pada tahun 2018. Bank Syariah ini berhasil mendapatkan penghargaan dalam kategori ‘The Best Active Terminal Bank Syariah’ pada ATM Bersama Award 2018 dari PT Artajasa Pembayaran Elektronis.
Penghargaan ini merupakan bukti atas usaha mereka dalam mengembangkan Digital Banking di Indonesia.
“Kami berharap semakin banyak nasabah yang menggunakan layanan digital banking Bank Muamalat. Insya Allah kerjasama berikutnya adalah pengembangan di bidang payment QR code acquirer dan issuing,” ujar Direktur Bisnis Retail Bank Muamalat Purnomo B Soetadi.
Memang sepanjang tahun 2018, Bank Muamalat juga telah memperoleh penghargaan terkait pengembangan teknologi digital yang dimiliki, yakni penghargaan atas inovasi pembayaran zakat secara digital dan mobile banking yang dimiliki Bank Muamalat.
Sekadar informasi, Artajasa adalah perusahaan yang bergerak di bidang sistem pembayaran elektronis, dan bertindak sebagai principal serta lembaga switching GPN yang mengelola sistem dan jaringan antar anggota serta penyedia berbagai jasa dan pelayanan terkait transaksi keuangan elektronis ATM Bersama.
Selain itu Bank Muamalat juga menggelar pelatihan manajemen masjid yang melibatkan 334 masjid di Semarang.
“Dalam pelatihan masjid ini kami memperkenalkan aplikasi Smart Masjid. Teknologi ini kami kembangkan sebagai fasilitas untuk mengatur keuangan masjid secara praktis dan akuntabel,” kata Chief Executive Officer Bank Muamalat Achmad K Permana.
Aplikasi berbasi android ini nantinya menjadi sarana digital dalam penerimaan donasi pelaporan zakat, infak, dan sedekah (ZIK).
Tak hanya itu, aplikasi Smart Masjid dapat digunakan juga untuk mengkampanyekan program masing-masing masjid.
Dari fakta diatas, dapat disimpulkan jika cepatnya perusahaan Indonesia seperti Bank Muamalat dalam mengadopsi Digital Banking ini menjadi bukti jika “Disruption” atau perubahan dalam “cara” berbisnis dan fundamental bisnis telah banyak dilakukan perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Hal ini tentu saja tak bisa dielakan, dan menjadi tanda jika perubahan haruslah dilakukan agar perusahaan-perusahaan di Indonesia tetap bertahan, bahkan semakin berkembang di tengah kancah perekonomian dunia.
Penulis: Firda Fitri Yanda