OJK Masih Dalami Laporan Keuangan Garuda Indonesia
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan tengah mendalami laporan keuangan perusahaan maskapao berpelat merah,
Penulis: Ria anatasia
Editor: Hendra Gunawan
![OJK Masih Dalami Laporan Keuangan Garuda Indonesia](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/garuda-ok.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ria Anatasia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan tengah mendalami laporan keuangan perusahaan maskapai berpelat merah, PT Garuda Indonesia Tbk tahun 2018 yang sempat menuai polemik.
Dewan Komisioner Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan, saat ini pihaknya masih mengumpulkan informasi secara menyeluruh terkait laporan keuangan tersebut sebelum mengambil keputusan.
"Kita masih pelajari, kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya. Belum ada kesimpulannya," kata Hoesen saat ditemui di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Jumat (10/5/2019).
Hoesen menjelaskan, OJK telah bekerja sama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menengahi persoalan tersebut.
Seluruh informasi yang berkaitan dengan perseroan, laporan keterbukaan di BEI, serta public expose akan dipelajari untuk mengetahui dengan jelas kondisi perseroan.
"Makanya kita supaya objektif jangan nentukan harus gimana-gimana. Kita kumpulin dulu informasinya. ini ada dua bagian. Pertama, mengenai penyajian laporan keuangan, lalu dengan proses auditnya. Itu kan ada standarnya dari IAI (Ikatan Akuntansi Indonesia)," paparnya.
Menurut Hoesen, peran OJK saat ini adalah mengawasi secara prudensial dan non prudensial. Pendekatan prudensial digunakan untuk perusahaan yang mendapatkan izin dari OJK.
"Tapi kalau non prudensial seperti izin usaha semacam Garuda Indonesia, itu dia diperlakukan sebagai emiten. Pertama kelengkapan informasi, akurasi dan tepat waktu," tutur dia.
Untuk diketahui, Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Garuda Indonesia pada 24 April 2019, mengumumkan bahwa sepanjang tahun 2018 perusahaan mencetak laba bersih USD 809,84 ribu meningkat tajam dari tahun 2017 yang menderita kerugian sebesar USD 216,58 juta.
Namun, laporan keuangan itu menjadi sorotan karena adanya penolakan dari dua komisarisnya.
Penolakan tersebut terkaif perjanjian kerjasama dengan PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia, di mana apabila tanpa pengakuan pendapatan ini, perseroan diperkirakan akan alami kerugian sebesar USD 244,95 juta.