Jumlah Pekerja di Industri Hasil Tembakau Menyusut Lima Tahun Belakangan
Soedarto pernah menjelaskan pekerja di IHT yang kehilangan pekerjaan sebagian besar adalah pelinting Sigaret Kretek Tangan
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para pekerja di Industri Hasil Tembakau (IHT) selama lima tahun terakhir mengalami penurunan secara signifikan
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI) Sudarto mengatakan selama lima tahun terakhir terdapat lebih dari 32.000 ribu pekerja yang dirumahkan.
“Jumlah tersebut adalah pekerja yang tercatat dalam organisasi, yang tidak tercatat angkanya lebih besar,” ucapnya kepada media.
Soedarto pernah menjelaskan pekerja di IHT yang kehilangan pekerjaan sebagian besar adalah pelinting Sigaret Kretek Tangan (SKT), yang juga umumnya adalah perempuan.
“Ketika mereka tidak lagi bekerja di pabrik rokok, mereka kesulitan mendapatkan pekerjaan baru, karena mereka sulit bersaing di bursa kerja karena faktor pendidikan,” ucapnya.
Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding mengatakan SKT memerlukan perhatian oleh pemerintah agar SKT tetap tumbuh positif.
“Perhatian kepada SKT agar tidak tergerus,” ucapnya kepada media.
Dia berharap SKT tetap menjadi pilar ekonomi bagi masyarakat, dimana SKT merupakan industri yang menyerap tenaga kerja dengan jumlah yang besar.
“Kebijakan pro terhadap industri hasil tembakau harus ada, akan dirumuskan apakah kebijakan mengenai harga atau kebijakan-kebijakan lain yang mendukung industri ini,” tutupnya.
Sebelumnya Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Abdul Rochim mengatakan, produksi turun dari 344,52 miliar batang pada 2014 menjadi 332,38 miliar batang pada 2018.
Kelompok Sigaret Kretek Tangan (SKT), yang menyerap paling banyak tenaga kerja pada sektor industri pengolahan tembakau, anjlok 11,86 persen. (*)