Tiket Pesawat di Aplikasi Online Bisa Naik Berkali Lipat, Kemenhub Lakukan Langkah Ini
Dirjen Udara telah meminta maskapai untuk mengingatkan dan menegur mitra penjual/agen (online travel agent/OTA)
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Publik tengah ramai membicarakan mahalnya harga tiket penumpang untuk rute-rute tertentu menjelang liburan Lebaran 2019.
Tiket Bandung-Medan atau Jakarta-Makassar misalnya, di platform layanan aplikasi penjualan tiket bisa dijual lima enam kali lipat dari tarif normal.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Polana B Pramesti menegaskan, pihaknya telah meminta maskapai untuk mengingatkan dan menegur mitra penjual/agen (online travel agent/OTA) untuk tidak menampilkan harga yang tidak masuk akal, karena penerbangan harus melalui beberapa kali transit.
“Karena yang muncul di layar aplikasi konsumen, harga tiket jadi tidak masuk akal. Kalau maskapai tidak diingatkan untuk menegur mitra mereka, ini akan merugikan reputasi maskapai sendiri, sekaligus membuat calon penumpang menjerit,” ujar Polana, dalam keterangan tertulis, Kamis (30/5/2019).
Polana menambahkan, dalam suasana di mana permintaan tiket pesawat mengalami puncak seperti musim liburan dan Lebaran 2019 tahun ini, pemunculan harga yang tidak masuk akan makin membuat publik kebingungan dan menurunkan kepercayaan terhadap pelayanan dalam industri penerbangan.
Tiket yang dijual di aplikasi bukanlah tiket penerbangan langsung sesuai tujuan. Untuk rute Bandung tujuan Medan misalnya, tiket yang ditawarkan adalah melalui transit Denpasar dan Jakarta, baru terbang ke Medan.
"Bagaimana dengan Jakarta-Makassar? Penerbangan yang ditawarkan harus transit melalui Jayapura, baru terbang lagi ke barat dari Jayapura ke Makassar? Mengapa rute yang dipilih calon penumpang bisa menjadi seperti itu? Mengapa itu bisa terjadi?" katanya.
Polana mengatakan, karena platform aplikasi penjualan tiket menawarkan pilihan sesuai dengan rute dan tanggal yang sudah dipilih oleh konsumen atau calon penumpang. Setelah calon penumpang memilih rute dan tanggal, mesin aplikasi akan mencarikan semua jadwal penerbangan yang tersedia untuk rute tersebut pada tanggal yang telah dipilih.
Aplikasi kemudian akan memfilter jadwal yang masih tersedia, lalu menampilkannya di layar aplikasi pelanggan. Di layar, pelanggan bisa mengurutkan berdasarkan harga yang ditawarkan, termasuk memfilter jenis-jenis maskapai tertentu.
Polana juga menjelaskan, karena berbasis mesin algoritma, maka aplikasi akan menyediakan semua pilihan yang tersedia, termasuk apabila rute penerbangannya harus transit melalui bandara-bandara tertentu.
Pada musim-musim ramai seperti liburan Lebaran, penerbangan langsung untuk tanggal-tanggal favorit biasanya sudah tidak tersedia. Calon penumpang yang membeli di waktu yang mepet dengan tanggal keberangkatan, akan disodori pilihan penerbangan yang masih tersisa, termasuk apabila harus transit.
Pencarian rute yang dipilih calon konsumen tentu saja menggunakan mesin. Mesin akan memasukkan harga tiket sesuai dengan rute penerbangan yang masih tersedia, sehingga apabila diakumulasi harganya menjadi berlipat-lipat dibandingkan dengan penerbangan langsung.
Dalam peraturan di industri penerbangan, penumpang akan dibebani biaya tambahan seperti iuran wajib asuransi, pajak, dan pajak bandara untuk penerbangan ke setiap titik. Apabila rute yang dipilih konsumen harus transit di 2 bandara, maka ia akan dikenai tambahan biaya sebanyak 3 kali, yakni biaya di bandara keberangkatan dan dua bandara transit.
Lalu, bagaimana mungkin rute Jakarta-Makassar ditawarkan harus transit ke Jayapura terlebih dahulu? Atau untuk terbang dari Bandung ke Medan, calon penumpang harus terbang ke Denpasar terlebih dahulu?
Karena berdasarkan mesin yang ada dalam aplikasi layanan online, penerbangan untuk jadwal yang dipilih calon penumpang pada tanggal tersebut, tinggal itulah satu-satunya pilihan yang tersedia, sedangkan pilihan penerbangan yang langsung sudah diambil oleh penumpang lain jauh-jauh hari sebelumnya.
"Dengan cara bekerja mesin layanan seperti itu, maka aplikasi akan memunculkan semua kemungkinan yang masih tersedia untuk jadwal penerbangan yang diinginkan konsumen, sehingga mengakibatkan harganya menjadi tidak masuk akal, karena diakumulasi dari setiap penerbangan dari titik keberangkatan ke titik transit pertama, transit kedua, dan seterusnya, sampai dengan titik akhir penerbangan," jelasnya.
Lebih Murah Dibandingkan Tahun Lalu
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan (Balitbang Kemenhub) Sugiharjo mengatakan, harga tiket pesawat di masa angkutan lebaran 2019 lebih murah dibandingkan tahun lalu.
"Tolong dicatat, dalam periode lebaran tiket pesawat angkutan udara tahun ini itu bukan naik tapi turun dibanding tiket udara tahun lalu," kata Sugihardjo dalam konferensi pers di kantor Kemenhub, Jakarta, Rabu (29/5/2019).
Menurut dia, penurunan ini dikarenakan adanya penurunan tarif batas atas (TBA) di kisaran 12-16 persen oleh regulator beberapa waktu lalu.
Sugiharjo menjelaskan, pada peak season seperti di musim lebaran, maskapai penerbangan akan menjual harga tiketnya di batas atas.
Adapun bila masyarakat merasa harga tiket masih mahal, lanjut Sugiharjo, harga tiket itu bukanlah tiket periode mudik Lebaran 2019 melainkan tiket sebelum periode mudik di mana TBA belum diturunkan.
"Tahun lalu airline menjualnya jauh dekat batas atas. Sekarang masih di bawah batas atas tetapi tinggi dirasakan masyarakat. Jadi saya garis bawahi, yang dirasakan masyarakat itu bukan saat puncak lebaran," jelasnya.
Sebelumnya, Kemenhub telah menurunkan TBA tiket pesawat di kisaran 12-16 persen. Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas (TBA) Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri yang berlaku pada 16 Mei 2019.
Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Polana B Pramesti mengatakan aturan baru itu dibuat guna memenuhi kebutuhan konsumen dengan memperhatikan keberlangsungan bisnis maskapai.
"Revisi ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap aspirasi masyarakat dengan tetap memperhatikan keberlangsungan industri penerbangan, terutama menjelang pelaksanaan angkutan Lebaran," kata Polana.
Dia menjanjikan akan mengevaluasi besaran TBA dan TBB secara berkala dan apabila ada perubahan terhadap komponen-komponen biaya yang memengaruhi operasional maskapai.
Teliti Sebelum Membeli
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub mengingatkan masyarakat teliti ketika membeli tiket pesawat lewat agen perjalanan.
Sesditjen Perhubungan Udara Nur Isnin Istiartono meminta masyarakat mengecek terlebih dahulu detail penerbangan, seperti rute dan jadwal penerbangan sebelum membeli tiket.
"Kami berpesan hati-hati bila beli tiket pesawat," katanya saat konferensi pers di kantornya, Rabu (28/5/2019).
Dia mengakui sebagian masyarakat mengeluhkan harga tiket pesawat yang sangat mahal bahkan melebihi tarif batas atas (TBA) oleh regulator. Setelah dicek kembali, ternyata harga tiket yang tercantum di agen perjalanan itu bukanlah tiket penerbangan langsung alias multi rute.
"Kemarin dari pengawasan tak ada rute yang melebihi TBA, pas dicek ternyata dia multi rute misal Jakarta-Surabaya ternyata dia belinya tiket Jakarta-Makassar-Bali-Surabaya," paparnya.
"Jadi tiket penerbangan langsung sudah habis, diupayakan (oleh agen perjalanan) tapi bukan penerbangan langsung," imbuhnya.
Dia pun meminta masyarakat lebih berhati-hari saat membeli tiket pesawat. Kalaupun ada maskapai yang melanggar TBA, dia berjanji regulator akan memberi sanksi.
"Tolong cek itu penerbangan langsung atau beberapa tiket (multi rate). Kalau beberapa tiket itu memang harga tinggi. Kalau langsung harga tinggi itu kewajiban pemerintah untuk memberikan sanksi," pungkasnya.
Jawaban Lion dan Garuda
Sebelumnya, heboh di sosial media soal harga tiket pesawat mahal, seperti Lion Air rute Jakarta-Pekanbaru seharga Rp 6,6 juta hingga tiket penerbangan Garuda Indonesia rute Bandung-Medan mencapai Rp 21 juta.
Ternyata, harga kedua tiket pesawat itu bukanlah penerbangan langsung melainkan penerbangan multi rute.
Garuda Indonesia memberi penjelasan bahwa nilai sebesar Rp 21 juta itu bukanlah harga tiket untuk penerbangan langsung, melainkan total dari beberapa penerbangan transit.
VP Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan menegaskan, pihaknya tidak mempunyai rute langsung Bandung-Medan.
"Harga tiket rute Bandung - Medan seharga Rp. 21 juta namun penerbangannya bukan penerbangan langsung tapi melibatkan banyak kota sebagai transit yaitu Bandung - Denpasar - jakarta - Kualanamu dan memutar jauh sehingga harganya menjadi mahal. Bukan penerbangan langsung," jelas Ikhsan dalam keterangannya, Rabu (29/5/2019).
Ikhsan mengimbau masyarakat lebih cermat bila bertransaksi di online travel dan perlu melihat detail rute dan transit yang ditawarkan oleh sistem pencari karena sistem akan mencari rute seat yang available walaupun terlalu banyak transit, memutar jauh dan melibatkan banyak maskapai penerbangan sehingga harga yang muncul terlalu mahal.
"Seluruh rute penerbangan Garuda Indonesia mengimplementasikan harga tiket yang mengacu kepada tarif batas atas yang ditentukan oleh Pemerintah," tegasnya.
Senada dengan Ikhsan, Corporate Communications Strategic of Lion Air, Danang Mandala Prihantoro juga mengklarifikasi tiket pesawat rute Jakarta-Pekanbaru seharga Rp. 6,6 juta itu bukanlah penerbangan langsung, melainkan terdiri dari dua penerbangan.
Di antaranya Batik Air kelas bisnis rute Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang (CGK) ke Bandar Udara Internasional Kualanamu, Sumatera Utara (KNO) seharga Rp 5.656.000. Kemudian Lion Air kelas ekonomi rute Bandar Udara Internasional Kualanamu ke Bandar Udara Internasional Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru (PKU) dibanderol seharga Rp 955.300.
"Lion Air tidak menjual yang melebihi batas atas atau maksimum atau menjual masih berada di bawah koridor tarif batas atas layanan kelas ekonomi domestik. Besaran tarif tiket (harga jual) yang dijalankan telah sesuai aturan regulator," kata dia dalam keterangan resmi, Rabu (29/5/2019).