Core Indonesia Menilai Kenaikan Gaji PNS dan TNI-Polri Bakal Membebani Anggaran Negara
Peneliti Core Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, defisit anggaran negara di APBN bisa melebar karena berbagai hal
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Center of Reform on Economics (Core) Indonesia menilai kenaikan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) dan TNI-Polri sebesar 5 persen akan semakin membebani anggaran negara.
Peneliti Core Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, defisit anggaran negara di APBN bisa melebar karena berbagai hal.
Salah satunya yakni karena kenaikan gaji tersebut sejak awal 2019 lalu.
"Besar kemungkinan sampai akhir tahun ini, defisif akan meleset dari pada target yang sudah ditentukan pemerintah," ujarnya dalam konferensi pers Core di Jakarta, Selasa (30/7/2019).
Pada semester I-2019 saja, kata dia, belanja negara sudah mencapai Rp 1.035 triliun atau naik 10 persen dibandingkan periode yang sama 2018 yang hanya Rp 944 triliun.
Baca: Bantah Pernyataan Kepala BKPM, Go-Jek Tegaskan Tidak Punya Perusahaan Induk di Singapura
Lonjakan belanja pemerintah itu disebabkan oleh naiknya belanja pegawai. Pada semester I-2019, realisasi belanja pegawai sudah tumbuh 14 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Selain karena ada kenaikan gaji PNS, TNI dan Polri sebesar 5 persen, belanja pegawai juga naik karena adanya pembagian THR pada akhir Mei 2019.
Saat ini, ucap Yusuf, belanja pegawai memiliki kontribusi yang besar terhadap keseluruhan belanja negara. Persentasenya sekitar 70-80 persen.
Oleh karena itulah, kenaikan gaji PNS, TNI dan Polri dinilai bisa mengerek naiknya belanja pemerintah.
Sementara itu, realisasi belanja barang juga mengalami kenaikan dibanding semester I-2019. Realisasiya sudah tumbuh 17 persen, lebih tinggi dari tahun lalu yang hanya tumbuh 10 persen.
Sementara itu belanja modal justru turun 6 persen dari Rp 45 triliun semester I-2018 menjadi Rp 34 triliun pada semester I-2019.
Sayangnya melonjaknya belanja pemerintah itu tidak disertai dengan penerimaan negara.
Core mengungkapkan bahwa pertumbuhanya hanya 8 persen para semester I-2019, atau lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu yang mampu tumbuh 16 persen.
Rendahnya realisasi penerimaan negara disebabkan karena rendahnya kinerja realisasi perpajakan yang menyumbang 80 persen dari total penerimaan negara.