OSS Bermasalah, Pemerintah Diminta Tinjau Ulang PP 24 Tahun 2018
Robert Endi Jaweng berpendapat implementasi Online Single Submission (OSS) tidak berdampak pada kemudahan dan kepastian berusaha
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM - Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng berpendapat implementasi Online Single Submission (OSS) tidak berdampak pada kemudahan dan kepastian berusaha di Indonesia.
Sebagaimana tertuang pada Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018 tentang Sistem Pelayanan Perizinan Terintegrasi Berbasis Elektronik regulasi tersebut sesungguhnya simplifikasi dari perizinan.
Namun faktanya, melalui studi yang dilakukan KPPOD di enam provinsi, menemukan kebermasalahan OSS pada tiga aspek yakni regulasi, sistem, dan tata laksana.
Robert menjelaskan ketiga tantangan tersebut adalah tantangan umum OSS di berbagai daerah.
“Pada asepk regulasi pusat, NSPK sektoral yang idealnya menjadi petunjuk teknis pelayanan izin, tidak konkrit menerjemahkan PP No 24/2018 ke dalam prosedur yang mudah diikuti,” ucap Robert dalam diskusi media di Jakarta, Rabu (11/9/2019).
Baca: Peneliti KPPOD Temukan Kelemahan Sistem OSS
Robert mencontoh untuk mendapatkan Izin Usaha Industri (IUI), pelaku usaha diharuskan mendaftar lagi ke aplikasi SIINAS, padahal PP 24/2018 tidak mempersyaratkan hal tersebut.
Penyebabnya, menurut dia, berbagai macam variasi pada Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan izin, utamanya lagi di daerah.
“Masalah OSS juga tergambar dalam persoalan disharmoni PP 24 Tahun 2018 dengan UU No. 25/2017 tentang Penanaman Modal dan UU No. 23/2014 tentang Pemda,” tukasnya.
Disharmoni menyangkut kewenangan memberi izin yang sebelumnya di tangan kepala daerah sekarang berpindah ke lembaga OSS.