Ditjen Bea Cukai Pastikan Tarif Cukai Rokok Naik Mulai 1 Januari Tahun Depan
Kenaikan tarif cukai rokok ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai indikator terkait fungsi dari pungutan cukai hasil tembakau.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mulai 1 Januari 2020, pemerintah menetapkan kenaikan tarif cukai dengan rata-rata sekitar 23% dan menaikkan harga jual eceran atau harga banderol dengan rata-rata sekitar 35%.
Kenaikan tarif cukai rokok ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai indikator terkait fungsi dari pungutan cukai hasil tembakau.
Fungsi pengenaan cukai rokok adalah untuk pengendalian konsumsi rokok legal maupun ilegal, menjamin keberlangsungan industri dengan menjaga keseimbangan antara industri padat modal dan padat karya, dan untuk mengoptimalkan penerimaan negara.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan saat ini terdapat situasi dimana terjadi peningkatan prevalensi perokok secara global dari 32,8% menjadi 33,8%.
Perokok pada usia anak dan remaja juga mengalami peningkatan dari 7,2% menjadi 9,1%, demikian halnya untuk perokok perempuan dari 1,3% menjadi 4,8%.
Akan tetapi, Heru menyadari bahwa sektor cukai rokok ini banyak keterkaitannya dengan sektor lainnya yaitu industri, tenaga kerja, dan petani baik petani tembakau maupun cengkeh.
Karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan semua sektor di atas dalam mengambil kebijakan cukai hasil tembakau.
Kata Heru kebijakan tarif cukai dan harga banderol tersebut telah mempertimbangkan beberapa hal, antara lain jenis hasil tembakau buatan mesin dan tangan, golongan pabrikan rokok besar, menengah, dan kecil.
Kemudian jenis industri padat modal dan padat karya, asal bahan baku lokal dan impor.
Secara prinsip, besaran kenaikan tarif dan harga banderol dikenakan secara berjenjang dimana tarif dan harga banderol sigaret kretek tangan lebih rendah daripada sigaret kretek mesin dan sigaret putih mesin.
Baca: Disebut Pemicu Kebakaran Hutan dan Lahan, Kementerian KLHK Segel 46 Perusahaan
“Untuk mengamankan kebijakan tersebut agar efektif di lapangan, pemerintah tetap dan terus berkomitmen untuk melakukan pengawasan dan penindakan atas pelanggaran di bidang cukai,” kata Heru dalam keterangan rilisnya, Jumat (13/9/2019).
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh lembaga independen (UGM), dalam tiga tahun terakhir Bea dan Cukai berhasil menekan peredaran rokok ilegal dari 12,1% menjadi 7% di tahun 2018. Untuk tahun 2019 diperkirakan akan berhasil ditekan menjadi 3%.
Heru meramal dengan adanya kebijakan kenaikan cukai ini dimungkinkan akan berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal.
Karena itu, kata dia perlu penguatan sinergi dengan TNI, Polri, PPATK, dan aparat penegak hukum lainnya dalam mencegah tumbuhnya kembali peredaran rokok ilegal.
Menurutnya, penindakan di bidang cukai yang lebih intensif ini, selain diharapkan mampu menekan jumlah peredaran rokok ilegal di masyarakat juga dapat memberikan kepastian berusaha industri hasil tembakau.
Hal ini bisa mengindarkan masyarakat dari risiko mengkonsumsi barang kena cukai ilegal, dan mencegah potensi kebocoran penerimaan negara dari peredaran rokok ilegal.
Catatan saja, fungsi dari pungutan cukai hasil tembakau adalah untuk pengendalian konsumsi rokok legal maupun ilegal, menjamin keberlangsungan industri dengan menjaga keseimbangan antara industri padat modal dan padat karya, dan untuk mengoptimalkan penerimaan negara.
Reporter: Yusuf Imam Santoso
Artikel ini tayang di Kontan dengan judul Ditjen Bea Cukai naikkan tarif cukai rokok tahun depan, ini alasannya
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.