Fahmi Idris: Lima Tahun Lagi, Defisit BPJS Kesehatan Bisa Tembus Rp 77 Triliun
Jika iuran tidak naik, BPJS Kesehatan memprediksi lima tahun lagi defisit akan mencapai Rp 77 triliun
Editor: Sanusi
Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf menyatakan program JKN KIS mencakup pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat termasuk gangguan kesehatan mental.
Ia menambahkan, manfaat yang tidak dijamin secara tegas sudah dibunyikan pasal 52, Peraturan Presiden (Perpres) 82 tahun 2018.
“Penyakit kejiwaan yang secara medis sudah ditegakkan masuk dalam JKN KIS. Pelayanan kesehatan tetap sesuai prosedur pelayanan kesehatan berjenjang,” ujar Iqbal kepada Kontan.co.id Kamis (6/10).
Artinya peserta BPJS Kesehatan bisa mendapatkan pengobatan dan terapi gangguan kesehatan mental secara gratis. Tentu ada prosedur yang harus dilakukan guna mendapatkan manfaat tersebut.
Peserta harus mendatangi fasilitas kesehatan (Faskes) tingkat pertama yakni puskesmas atau klinik setempat.
Bila kasusnya adalah gangguan kesehatan mental dan tak bisa diatasi di Faskes pertama, maka dokter akan memberikan rujukan ke rumahsakit umum maupun rumahsakit jiwa yang memiliki kompetensi kejiwaan yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Bisa juga langsung mendatangi rumah sakit bila dalam kondisi darurat yang membuat pasien bisa cacat permanen.
“Manfaat medis yang diterima oleh peserta terkait gangguan kesehatan mental sama. Hal yang membedakan hanya manfaat non medis seperti kamar dan sebagainya, sesuai kelas ruang perawatan. Namun untuk orang dengan gangguan jiwa atau mental juga ditanggung oleh JKN KIS, tapi saat dirawat di rumahsakit jiwa tidak ada perbedaan kelas,” jelas Iqbal.
Baca: KSPI: Kenaikan Iuran BPJS Turunkan Daya Beli Buruh
Baca: BPJS Kesehatan Ganti 4,6 Juta Anggota Penerima Bantuan Iuran, Diberikan Kepada yang Membutuhkan
Iqbal menyatakan program JKN KIS untuk gangguan kesehatan mental sudah digunakan di seluruh Indonesia. JKS KIS juga sudah bekerjasama dengan seluruh rumahsakit jiwa di seluruh Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari manfaat yang diberikan oleh JKN KIS bagi penderita gangguan kesehatan jiwa.
“Makanya menjadi peserta JKN KIS, dengan bergotong royong membayar iuran. Semua warga termasuk penderita gangguan jiwa terjamin kesehatannya. Pada 2018 lalu biaya terkait jiwa senilai Rp 1,2 triliun. Untuk tahun ini, nilainya akan berbanding lurus dengan penambahan peserta,” tutur Iqbal.
Hingga September 2019, terdapat 221,2 juta peserta program JKN. Peserta tersebut tersebar di seluruh Indonesia. Sedangkan jumlah fasilitas kesehatan JKN yang sudah bekerja sama dengan program ini mencapai 27.315 fasilitas kesehatan per kuartal ketiga 2019.
Fasilitas kesehatan tersebut terdiri dari puskesmas, dokter praktek perorangan, dokter gigi, RS Kelas D Pratama, Klinik Utama, Apotik PRB dan Kronis, dan Optik.
Adapun besaran iuran bulanan yang harus dibayar peserta JKN-KIS bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 5% dari gaji per bulan dengan ketentuan, 4% dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% dibayar oleh peserta.
Sedangkan iuran bulanan bagi peserta mandiri sebesar Rp 25.500 untuk manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III. Senilai Rp 51.000 dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II. Sebesar Rp 80.000 dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
Berita Ini Sudah Tayang di KONTAN, dengan judul: BPJS Kesehatan tanggung perawatan gangguan kesehatan jiwa