Pasti Hemat Energi, Pemerintah Didorong Lebih Berani Perluas Penggunaan Gas Bumi
Anggota DPR dari Fraksi Golkar Ridwan Hisyam mendorong pemerintah agar lebih berani dalam mengambil kebijakan di sektor energi.
Penulis: Fajar Anjungroso
![Pasti Hemat Energi, Pemerintah Didorong Lebih Berani Perluas Penggunaan Gas Bumi](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/pemasangan-jaringan-gas-pgn-ke-pelanggan-kecil_20191023_074144.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR dari Fraksi Golkar Ridwan Hisyam mendorong pemerintah agar lebih berani dalam mengambil kebijakan di sektor energi.
Dorongan itu berangkat selama ini ketergantungan terhadap energi impor masih sangat tinggi yang menyebabkan neraca dagang Indonesia terus mengalami defisit.
"Presiden Jokowi dan menteri ESDM harus mengubah arah kebijakan agar gas bumi menjadi prioritas. Toh saat ini temuan migas Indonesia lebih banyak gas dibandingkan minyak," kata Ridwan di Jakarta (29/10).
Terobosan dengan menghadirkan B10, sambung dia, merupakan langkah strategis dan positif. Namun akan lebih baik lagi jika potensi energi yang sudah ada dan terbukti lebih efisien dioptimalkan pemanfaatannya.
"Sayang jika gas bumi yang diproduksi di dalam negeri justru harus diekspor. Padahal jika dimanfaatkan untuk menggerakkan industri di dalam negeri bisa menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan nilai produk dalam negeri," ujarnya.
Ridwan menakankan optimalisasi gas domestik hanya bisa dilakukan jika pembangunan infrastruktur dapat dikerjakan secara lebih masif.
Apalagi sumber gas bumi ke depan akan lebih banyak berada di Indonesia Timur seiring pengembangan Blok Tangguh Train III dan proses produksi Blok Masela.
Nilai investasi dalam pengembangan blok Masela sendiri mencapai sekitar USD 20 miliar atau senilai Rp 280 triliun (kurs Rp 14.000/USD) dan menggunakan cost recovery yang berarti dibiayai APBN.
"Jika tidak didukung infrastruktur gas, potensi energi di dalam negeri ini ya hanya akan di ekspor dan kita akan menggunakan energi impor yang lebih mahal untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri," katanya.
Terpisah, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, Menteri ESDM yang baru dapat fokus kepada pemanfaatan energi yang memiliki cadangan besar di Indonesia seperti gas bumi.
Baca: Pembangunan Infrastruktur Gas Bumi Masih Terkendala Tingkat Keekonomian Proyek
Optimalisasi pemanfaatan gas bumi ini dinilai dapat menurunkan defisit neraca migas.
“Pembangunan infrastruktur gas akan menjadi salah satu kunci keberhasilan menurunkan defisit migas. Sektor rumah tangga dan industri harus didorong untuk dapat beralih ke gas bumi," kata Mamit akhir pekan lalu.
Mamit bilang program Jaringan Gas (Jargas) rumah tangga dapat digunakan untuk mengurangi penggunaan LPG subsidi 3 kg yang selama ini banyak salah sasaran.
Nilai subsidi LPG 3 kg yang sangat besar dapat dialihkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur jargas.
"Program jargas bisa dilanjutkan secara masif dan terintegrasi dengan pembangunan infrastruktur gas bumi yang telah dijalankan selama ini. Beban biaya subsidi LPG 3 kg sangat besar dan tidak efektif," imbuhnya.
Anggaran subsidi LPG yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar 75,22 triliun. Namun sampai akhir tahun diperkirakan subsidi yang akan digunakan hanya Rp 44,16 triliun.
Data SKK Migas mencatat sampai September 2019 kilang LNG Bontang telah mengekspor sebanyak 52,5 kargo dan LNG Tangguh sebanyak 67,5 kargo.
Maret lalu Kementerian ESDM juga telah menyetujui rencana ekspor LNG dari blok Tangguh ke Singapura sebanyak 84 kargo mulai tahun 2020.