Keuangan Sempoyongan, Anak Buah Erick Thohir Duga Jiwasraya Main 'Saham Gorengan'
Saham gorengan merupakan istilah yang digunakan para pelaku pasar untuk saham-saham yang mengalami kenaikan dalam waktu singkat karena isu tertentu.
Penulis: Ria anatasia
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ria Anatasia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf Khusus Menteri BUMN Erick Thohir, Arya Sinulingga menduga salah satu penyebab PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengalami kesulitan finansial hingga gagal bayar klaim adalah investasi perseroan banyak ditempatkan pada "saham gorengan".
Saham gorengan merupakan istilah yang digunakan para pelaku pasar untuk saham-saham yang mengalami kenaikan dalam waktu singkat karena isu tertentu.
Padahal, bila dilihat untuk jangka panjang, investasi di saham tersebut secara fundamental tidak menguntungkan.
"Kalau kita lihat saham-saham perusahaan yang diinvestasikan Jiwasraya memang saham gorengan. Kalau pemain saham tahu itu saham gorengan tapi itu digoreng di saat tertentu," kata Arya di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Untuk itu, lanjut Arya, Kementerian BUMN akan meminta Kejaksaan meneliti mengenai kebijakan investasi yang dipilih oleh manajemen Jiwasraya.
Baca: Tolak Ahok Jadi Bos BUMN, Rizal Ramli: Ngapain Sih Jokowi Bikin Ribut Begini?
"Kita minta kejaksaan teliti apa benar ada kongkalikong investasi dilakukan. Karena investasi itu yang buat Jiwasraya kolaps seperti sekarang," jelasnya.
Arya mengatakan, saat ini pihaknya tengah mencari data dari laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk kasus Jiwasraya. Menurutnya, laporan ini bisa dijadikan acuan atau pegangan bagi Kejaksaan.
"Investasi kan biasanya mereka tak ke OJK. Kalau produk iya. Makanya kami lagi cari laporan BPK mudah-mudahan bisa jadi acuan apa ada kerugian negara atau masyarakat itu bisa dipakai untuk kejaksaan," jelasnya.
Sebelumnya, Kementerian BUMN mengindikasikan adanya dugaan korupsi atau fraud pada pengelolaan dana investasi Jiwasrsya.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, pihaknya telah meminta Kejagung untuk menindaklanjuti dugaan korupsi atau fraud yang terjadi pada masa manajemen Jiwasraya terdahulu.
“Tentu kalau ada indikasi tindak pidana korupsi atau fraud di masa lalu, pastikan kami akan laporkan. Kami sudah berbicara dengan Kejaksaan Agung untuk melakukan investigasi, dan membuktikan apakah (manajemen) lama melakukan fraud atau penggelapan atau korupsi,” kata Kartika di Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Sementara itu, berdasarkan rapat dengar pendapat dengan DPR RI pada 7 November lalu, pangkal masalah Jiwasraya adalah terbitnya produk saving plan tahun 2013-2018 yang menawarkan return garansi 9-13 persen per tahun.
Demi mengejar return tersebut, manajemen Jiwasraya waktu itu menempatkan dana investasi ke saham dan reksadana. Celakanya, mereka berinvestasi serampangan dan diduga terjadi rekayasa harga saham.
Akibatnya, aset investasi Jiwasraya tidak memiliki nilai. Begitu saving plan jatuh tempo, Jiwasraya tak bisa membayar.
Asuransi BUMN tersebut membutuhkan dana Rp 32,89 triliun agar rasio solvabilitas atau risk based capital (RBC) sesuai ketentuan, yakni 120 persen.
Berdasarkan salinan RDP yang dibacakan Dirut Jiwasraya Hexana Tri Sasongko, ada empat alternatif penyelamatan Jiwasraya.
Pertama, mencari strategic partner yang dapat menghasilkan dana Rp 5 triliun. Kedua, holding asuransi senilai Rp 7 triliun. Ketiga, skema finansial reasuransi senilai Rp 1 triliun. Keempat, sumber dana lain dari pemegang saham Rp 19,89 triliun.