RISHA Solusi Jitu Rumah Tahan Gempa untuk Indonesia
RISHA bisa menjadi solusi bagi masyarakat yang menginginkan hunian tahan gempa.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tinggal di wilayah rawan bencana memang selalu berisiko.
Bencana bisa datang sewaktu-waktu, baik itu gempa, tsunami, banjir maupun longsor.
Persoalannya masyarakat tidak sadar, jika mereka tinggal di daerah rawan bencana. Rumah-rumah yang ditempati pun, umumnya tidak didesain untuk tahan gempa bumi.
Tak heran jika terjadi bencana gempa, banyak korban berjatuhan karena tertimpa runtuhan bangunan rumah.
Seperti halnya gempa yang terjadi di Lombok, NTB tercatat sekitar 555 orang menjadi korban, umumnya tertimpa bangunan rumah.
Ratusan ribu orang mengungsi tidak berani tinggal di rumah, kuatir ada bencana susulan.
Untuk itulah Kementerian PUPR melalui Balitbang menghadirkan solusi rumah tahan gempa yang memiliki standar keselamatan bagi penghuninya. Rumah yang diberi nama RISHA (Rumah Instan Sehat dan Sederhana) bisa menahan gempa hingga 8 skala richter.
Teknologi RISHA ini dikembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Pemukiman (Puslitbang Perkim) Kementerian PUPR. Berbeda dengan rumah pada umumnya, RISHA merupakan struktur bangunan dengan konsep modular dan knock down (bongkar pasang).
Untuk membuat RISHA bisa dilakukan dengan menggabungkan panel-panel beton dan baut yang dibangun secara bertahap berdasarkan modul.
Lantaran ukuran komponennya mengacu pada ukuran modular maka komponennya memiliki sifat fleksibel dan efisien dalam mengkonsumsi bahan bangunan.
Ketika terjadi gempa di NTB, atas perintah langsung dari Presiden Jokowi dalam kunjungan meninjau korban gempa pada tanggal 13 Agustus 2018, meminta agar segera dibangun rumah tahan gempa RISHA untuk membenahi fasilitas-fasilitas kesehatan dan pendidikan yang hancur karena gempa.
“Harus kita mulai pembangunan rumah dengan konstruksi RISHA, yang nanti akan dikawal oleh kementerian PU, sehingga rumah yang dibangun betul-betul rumah tahan gempa,” jelasnya.
Saat itu Menteri PUPR langsung mengintruksikan Badan Litbang PUPR untuk membangun rumah contoh tahan gempa teknologi RISHA di provinsi NTB. Badan Litbang membentuk satgas pelaksanaan pembangunan rumah contoh tahan gempa sekaligus melakukan alih teknologi untuk rekonstruksi paska gempa bumi di NTB.
Tim Satgas ini membangun 70 unit bangunan RISHA yang dimanfaatkan untuk kantor pemerintahan, fasilitas kesehatan, rumah masyarakat dan fasilitas umum dan sosial.
Menurut Lukman Hakum, PLT Balitbang Kementerian PUPR, RISHA menjadi solusi perumahan bagi masyarakat Indonesia yang memiliki standar keselamatan yang tinggi menghadapi gempa bumi.
"Bangunan dengan teknologi RISHA bisa dibangun oleh semua lapisan masyarakat di daerah manapun, bukan hanya di daerah yang tertimpa bencana saja.
Lantaran konsep RISHA dikembangkan untuk seluruh masyarakat berdasarkan kondisi geografis Indonesia,” jelasnya.
Selain itu RISHA juga sangat ekonomis, RISHA bisa dibangun oleh masyarakat oleh masyarakat berpenghasilan rendah yang belum memiliki rumah.
Biaya satu unit bangunan RISHA tipe 36 hanya memerlukan anggaran Rp 50 juta. Untuk membangun (perakitan) hanya memerlukan waktu 9 jam dengan jumlah tenaga kerja, 3 orang saja.
Proses pembuatan komponen dan perakitannya terpisah, namun masing-masing memerlukan waktu yang jauh lebih singkat dibandingkan metode konvensional.
RISHA memerlukan komponen yang terbagi menjadi 3 kategori yaitu: komponen struktural, komponen pengisi dan komponen utilitas.
Dengan menggunakan konsep knock down semua komponen bisa dibongkar pasang sesuai keperluan.
Meski menganut konsep knock down, RISHA dapat dimodifikasi dengan mengadopsi potensi lokal misalnya ciri khas rumah adat daerah.
Sedangkan dari sisi fleksibilitas terletak pada kemungkinan untuk menjadi rumah tumbuh, baik vertika maupun horizontal.
Selain itu memungkinkan pula untuk membangun rumah yang lebih besar, misalnya untuk kantor, sekolah atau pasar.
Model pembuatannya memakai system pre-pabrikasi yaitu, komponen-komponennya dicetak terlebih dahulu sebelum kemudian dirakit seperti mainan lego.
Namun begitu, bukan berarti rumah sehat ini tidak berkualitas.
Ada standar tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap komponen penyusunnya, sehingga hasil akhirnya memenuhi standar SNI, Standar Nasional Indonesia.