Kebijakan Ekspor Benur Lobster Dinilai Tepat
Rencana pemerintah yang bakal kembali membuka ekspor benur lobster dinilai sudah tepat untuk konteks saat ini.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana pemerintah yang bakal kembali membuka ekspor benur lobster dinilai sudah tepat untuk konteks saat ini.
Pasalnya, jumlah benur lobster di alam sangat melimpah, sementara kegiatan budidaya benur lobster di dalam negeri baru dimulai.
Wakil Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Muhibbuddin Koto alias Budhy Fantigo mengatakan, merujuk hasil kajian Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) yang dirilis Komisi Pemangku-Kepentingan dan Konsultasi Publik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP2 KKP) dalam Konsultasi Publik pada 5 Februari 2020, bahwa setiap tahun tersedia sekitar 12,3 miliar ekor benur lobster.
“Sementara budidaya (benur lobster) dalam negeri baru akan dimulai, tentu kebutuhan benur per tahun masih sangat kecil. Walaupun dengan persiapan yang baik, maksimal baru bisa dimanfaatkan 10 juta ekor tahun ini,” ujar Budhy Fantigo, Kamis (13/02/2020).
Menurut Mantan GM Marikultur Perum Perindo ini, ekspor benur lobster sangat bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan nelayan, yang mana akan ada belasan ribu nelayan yang hidup dari menangkap benur lobster.
Dia menyebutkan pelarangan ekspor benur lobster yang termuat dalam Permen KP No 56/2016 justru membuat belasan ribu nelayan menganggur dalam lima tahun terakhir.
“Tidak hanya dapat mensejahterakan belasan ribu nelayan, tentu dari ekspor benur lobster juga membuat negara memperoleh devisa yang bermanfaat,” ujar Budhy.
Baca: 100 Hari Jokowi-Maruf, Gebrakan Menteri KKP: Pengangkatan 22 Pejabat hingga Ekspor Benih Lobster
Budhy Fantigo menepis anggapan bahwa aktivitas ekspor benur lobster akan membuat benur lobster menjadi punah.
Hal ini lantaran kebutuhan Vietnam atau negara lain secara keseluruhan masih di bawah 100 juta ekor per tahun atau dengan kata lain masih jauh jika dibandingkan ketersediaan benur lobster di alam kita yang berjumlah 12,3 miliar ekor.
Apalagi sebagaimana pendapat ahli bahwa survival rate (SR) benur lobster sampai dengan dewasa di alam sangat rendah, hanya 0,01 persen atau hanya 1 dari 10 ribu yang survive.
“Dengan ekspor benur akan menghasilkan devisa triliunan rupiah per tahun. Jika tidak ekspor hanya akan mati sia-sia di alam atau jadi santapan predator,” ujar Sekjend Abilindo ini.
Koordinator Forum Diskusi Marikultur Nasional ini menambahkan buntut pelarangan ekspor benur lobster malah membuat maraknya aktivitas penyeludupan karena pelarangan tersebut berbenturan dengan permintaan yang ada.
“Dan penyeludupan hanya menguntungkan segelintir orang dan oknum aparat yang membantu melancarkan penyeludupan tersebut,” ujarnya.
Budhy Fantigo berpesan masyarakat harus percaya dengan kebijakan Pemerintah, karena keputusan yang diambil sudah melalui kajian yang komprehensif, melibatkan akademisi, peneliti internal Kementerian Kelautan Dan Perikanan (KKP), kajian ekonomi oleh praktisi.
Juga sudah mendapat dukungan Presiden yang sebagaimana berpesan untuk mengambil langkah terbaik dimana negara dapat manfaat, pembudidaya dan nelayan dapat manfaat, dan lingkungan terjaga.
“Kemudian Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo saat ini cukup membuka dialog dengan semua pemangku kepentingan, mengajak semua pihak dan juga didukung oleh Komisi IV DPR RI. Nah apa lagi? Jika ada segelintir yang riuh itu biasa saja. Mana ada kebijakan yang bisa memuaskan semua orang,” ujar Budhy.
Ia pun mengaku sangat mendukung budidaya lobster di dalam negeri.Yang mana saat ini sedang melakukan persiapan budidaya di dua lokasi terbaik di tanah air.
"Mohon doanya agar Indonesia bisa bersaing dengan Vietnam," tandasnya.