Pengamat Perpajakan: Omnibus Law untuk Tarik Minat Investor Asing dan Lapangan Kerja Baru
Sikap tertutup pemerintah yang kurang melibatkan pemangku kebijakan yang diatur dalam perumusan RUU itu bisa menimbulkan salah kaprah.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo berpendapat draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang mencakup revisi 79 undang-undang dan terdiri atas 1.244 pasal diharapkan bisa menarik investor masuk ke Indonesia sehingga bisa meningkatkan lapangan kerja baru.
"Draf RUU ini secara umum memberikan dampak positif bagi sektor perekonomian Tanah Air. Semua pihak terkait harus bisa duduk bersama, guna mencari solusi dan titik tengah yang bisa menyeimbangkan antara kepentingan investasi dan dunia usaha,” kata dia dalam keterangan pers tertulis, Rabu 19 Februari 2020.
Dia tidak menampik ada sejumlah kritik atas substansi pasal di draf RUU ini. Terkait dengan ini dia mengatakan, tidak semua subtansi dalam RUU ini merugikan buruh.
Dia menilai, sikap tertutup pemerintah yang kurang melibatkan pemangku kebijakan yang diatur dalam perumusan RUU itu bisa menimbulkan salah kaprah.
Dia mencontohkan draft aturan baru soal pemberian pesangon yang disinyalir akan dihapus. Dia mengatakan, isi draft RUU Ciptaker tidak menghapus pesangon.
"Tapi ada penurunan nilai pesangon dari 32 kali gaji saat ini menjadi 17 kali,” ujar Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) ini.
Baca: Komentar Aktivis Soal RUU Cipta Lapangan Kerja, Ketua Sindikasi Sebut Ada Potensi PHK Massal
Dia menilai, penurunan besaran ini tak masalah lantaran besaran pesangon yang berlaku saat ini termasuk sangat tinggi dibandingkan negara tetangga.
Dia mengatakan, besarnya niai pesangon membuat investor enggan berinvestasi di Indonesia sehingga menghambat penciptaan lapangan kerja. Selain itu juga memicu perusahaan lebih memilih merekrut karyawan kontrak daripada pegawai tetap.
“Alih-alih melindungi pekerja, aturan pesangon itu malah merugikan, terutama bagi kelompok yang belum memiliki pekerjaan dan baru akan bekerja,” ujarnya.
Diakui Yustinus proses penyusunan RUU Ciptaker harus mendapat pengawasan publik.
Semua proses pembahasannya harus dilakukan dengan mempertemukan semua pihak terkait, termasuk kalangan buruh dan pekerja, agar tidak menjadi ‘bom waktu’ bagi sektor ketenagakerjaan di masa mendatang.
Selain itu, reaksi dari kelompok buruh juga diharapkan tidak kontraproduktif atas niat baik pemerintah. Dia beralasan, pada hakikatnya draft RUU ini untuk menyederhanakan dan memperbaiki tata kelola Ketenagakerjaan di Indonesia.
Sekretaris Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Adriani mengatakan, pesangon tidak akan dihapuskan dalam omnibus law cipta lapangan kerja, tapi bagaimana pesangon ini betul-betul bisa diimplementasikan.
Adriani mengatakan, pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan pekerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) tetap akan mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja.