China Rupanya Pernah Menolak Dicoret dari Daftar Negara Berkembang, Apa Alasannya?
China Rupanya Pernah Menolak Dicoret dari Daftar Negara Berkembang, Apa Alasannya?
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat (AS) bersikeras tak lagi memasukkan Indonesia sebagai negara berkembang.
Menurut pemerintah Donald Trump, Indonesia sudah bisa dikategorikan sebagai negara maju.
Perubahan status menjadi negara maju ini membuat Indonesia tak lagi menerima perlakuan istimewa dalam perdagangan dengan AS, seperti bea masuk rendah dan bantuan perdagangan lainnya.
Sebenarnya, tak cuma Indonesia yang dicoret AS dari daftar negara berkembang di Organisasi Perdagangan Dunia ( WTO).
Beberapa negara lain juga mengalami nasib serupa, antara lain Brasil, India, Argentina, dan Afrika Selatan.
Dilansir South China Moring Post, Sabtu (22/2/2020), Pemerintah China bahkan menolak mentah-mentah saat AS memasukkan negara itu sebagai negara maju pada April 2019 lalu.
Status sebagai negara maju akan membuat tarif bea masuk barang-barang ekspor China ke AS mengalami kenaikan.
Perubahan status China di WTO ini dianggap sebagai bagian dari perang dagang yang digaungkan Donald Trump.
AS saat itu menyebut bahwa di WTO terlalu banyak negara yang mengaku-ngaku sebagai negara berkembang demi keuntungan status tersebut.
Karena sistem yang berlaku lama itu, Donald Trump bahkan menyebut organisasi di bawah PBB sebagai bencana.
Kendati begitu, negara-negara seperti China dan India menganggap perlakukan istimewa itu memiliki landasan penting bagi kelangsungan sistem perdagangan global.
China sendiri, meski jadi kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia, bersikeras menyebut diri mereka sebagai "negara berkembang terbesar di dunia" ketimbang sebagai negara maju.
Juru bicara Kementerian Perdagangan China, Gao Feng, mengatakan bahwa China akan tetap mempertahankan status sebagai negara berkembang, meski negara lain seperti Brasil telah setuju melepaskan statusnya itu di WTO karena iming-iming bantuan ekonomi AS.
"Posisi China dalam reformasi di WTO sangat jelas. China adalah negara berkembang terbesar di dunia. Kami tidak menghindar dari tanggung jawab internasional kami dan tetap bersedia memikul kewajiban dalam WTO yang sesuai dengan tingkat perkembangan ekonomi kami," kata Gao.
"Pada saat yang sama, kami akan bekerja dengan negara-negara berkembang anggota lain untuk menegakkan hak-hak dasar kami dan menyuarakan suara bersama kami, sekaligus melindungi kepentingan pembangunan kami," katanya lagi.
AS mengklaim bahwa aturan status negara di WTO ini banyak dimanfaatkan negara-negara tertentu. Menurut AS, China memanfaatkan celah untuk menyubsidi industrinya dan perusahaan BUMN mereka.
Selain itu, karena statusnya itu, membuat China bisa membuat aturan yang memaksa investor asing untuk memindahkan teknologinya ke China. Hal itu, diklaim Washington, dinilai sebagai tindakan pencurian kekayaan intelektual.
Dalam Boao Forum di Hainan, mantan Gubernur Bank Sentral China Zhou Ziaochuan, mengakui kalau beberapa kritikan AS itu bisa dibenarkan.
Namun kata dia, ada beberapa kesalah pahaman dari anggota WTO mengenai penerapan keistimewaan negara berkembang di organisasi itu.
"Kami secara substansil telah mengurangi distorsi pasar dan subsidi yang tidak masuk akal. Tapi ini adalah proses transformasi, perlu waktu bertahun-tahun, sehingga sejumlah distorsi itu akan tetap ada," kata Zhou dalam forum tersebut.
"Pemerintah China ingin proses reformasi untuk menghilangkan distorsi ini dipercepat, sehingga kritik (AS) akan hilang. (Kritik) itu mungkin disebabkan oleh kesalahpahaman saja," tambahnya.
China sendiri tak sendiri melawan AS yang menuntut perubahan status di WTO.
Negeri Tirai Bambu itu bersama-sama dengan Afrika Selatan, India, dan Venezuela berjuang mementahkan proposal AS di WTO itu.
Keempat negara itu mengirimkan draf ke WTO yang berisi klarifikasi kalau status anggota sebagai negara berkembang telah menjadi praktik yang sudah berlangsung lama dan sudah diterapkan dengan baik di anggota-anggota WTO.
Selain itu, draf dari empat negara itu juga menyinggung kalau negara-negara maju selama ini juga diuntungkan aturan WTO seperti dukungan subsidi pertanian, kuota tekstil, dan perlindungan kekayaan hak intelektual.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "China Saja Pernah Menolak Dicoret sebagai Negara Berkembang"