Rupiah Anjlok Imbas Corona, Pemerintah Diminta Cermati Pergerakan Inflasi
Agus menjelaskan pemerintah perlu meyakinkan dunia usaha, para investor, termasuk masyarakat tidak perlu panik.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menembus angka Rp 14.000 pada Jumat (28/2/2020) kemarin karena dampak penyebaran virus corona.
Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, Agus Eko N berpendapat pemerintah harus bergerak cepat mengantisipasi hal tersebut agar rupiah tidak makin terpuruk.
"Virus ini sudah berdampak ke nilai rupiah. Untuk antisipasi pemerintah harus amati pergerakan inflasi jangan sampai tidak terkendali," tutur Agus saat menjadi narasumber diskusi bertajuk "Mengukur Efek Korona : Siapkah kita? ", di Jl Wahid Hasyim, Jakpus, Sabtu (29/2/2020).
Agus menjelaskan pemerintah perlu meyakinkan dunia usaha, para investor, termasuk masyarakat tidak perlu panik.
Baca: Wabah Virus Corona Kian Meluas, WHO Naikkan Darurat Global ke Level Tertinggi, Simak Penjelasannya
Jika panik dikhawatirkan terjadi inflasi yang tidak terkendali. Dipastikan efeknya sangat luar biasa termasuk meningkatnya suku bunga.
"Karena itu yakinkan supaya tidak panik dan lakukan operasi pasar utamanya untuk makanan dan minuman karena itu komponen penting," tuturnya.
Sebelumnya Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan pasar keuangan global memang ikut terguncang akibat menawahnya corona.
Baca: Rizal Ramli: Ekonomi Indonesia Lesu Bukan Dampak dari Virus Corona
Para investor berlomba menarik diri dari bursa karena khawatir dampak corona terus meluas di sektor keuangan.
"Pasar keuangan global memang sedang meradang, karena memang investor global mengira dampak dari pergerakan corona virus itu memang menyebar," ucap Perry di Jakarta, Jumat (28/2/2020).