Mudik Dilarang, Pengusaha Bus Berang
Belum lagi ada jutaan pekerja yang bergantung hidup dari transportasi bus bagaimana nasib mereka.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM - “Pemerintah sudah mulai enggak jelas ini.”
Begitu curhat singkat Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) sekaligus Ketua Bidang Angkutan Penumpang DPP Organda, Putra Sejahtera Kurnia Lesani Adnan kepada Tribunnews.com, Selasa (21/4/2020).
Dalam perspektif Sani, begitu dia disapa, pemerintah tidak bijak, cenderung tidak terukur dalam membuat kebijakan utamanya soal aturan mudik.
"Ini persoalannya bagaimana cara mereka mengawasi, banyak angkutan yang melayani tidak dari terminal. Apa bisa mereka (pemerintah)?" tuturnya.
Belum lagi ada jutaan pekerja yang bergantung hidup dari transportasi bus bagaimana nasib mereka.
Baca: Larang Mudik, Minta Pemerintah Edukasi Masyarakat Lewat Tokoh Agama-Budaya
Baca: Barang Spesial Bepe Terlelang Rp 18,6 Juta, Pemenang: Sekarang Tugas Saya Merawat Sepatu Keramat
Baca: Luhut: Budi Karya Dalam Waktu Dekat Bisa Aktif Lagi di Kementerian Perhubungan
Sani mengatakan paling tidak saat ini ada sekitar 1,3 juta pekerja angkutan darat yang resah mendengar kabar mudik dilarang.
"Okupansi sekarang semakin tertekan menjadi 10 persen dari kapasitas penuh. Artinya tinggal 130 ribu pekerja angkutan yang masih aktif, sisanya dirumahkan," jelasnya.
Kondisi lebih buruk dirasakan bus pariwisata yang memang sudah mengandangkan armadanya sejak Februari 2020.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan larangan kepada masyarakat untuk mudik pada hari raya Idul Fitri 1441 Hijriah.
Itu disampaikan Presiden dalam rapat terbatas antisipasi mudik 2020, Selasa, (21/4/2020).
"Pada hari ini saya ingin menyampaikan, mudik semuanya akan kita larang," kata Presiden.
Larangan tersebut dilakukan karena masih tingginya angka masyarakat yang mudik di tengah Pandemi Corona.
Berdasarkan data Kementerian Perhubungan (Kemenhub) masih ada 24 persen masyarakat yang mudik, meski sudah ada himbauan untuk tidak melakukannya.
"Dari hasil kajian di lapangan, pendalaman di lapangan, survei Kemenhub, bahwa yang tidak mudik 68 persen, yang masih bersikeras mudik 24 persen, dan sudah terlanjur mudik 7 persen. Masih ada angka yang sangat besar," katanya.