70 Persen Perusahaan Tekstil Nasional Terancam Tutup Permanen Akibat Pandemi Corona
Redma berharap pemerintah bisa segera turun tangan membantu pelaku industri tekstil dan produk tekstil yang sedang kesulitan.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Muhammad Julian
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) saat ini menunggu dukungan stimulus dari pemerintah di tengah kondisi yang serba sulit akibat pandemi corona (covid-19).
Saat ini sekitar 70 persen dari total jumlah perusahaan TPT diperkirakan akan tutup permanen apabila tidak ada kejelasan dorongan stimulus dari pemerintah.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wiraswasta menyebutkan, pelaku industri TPT saat ini tengah dihadapkan pada persoalan keterbatasan arus kas.
Pasalnya, sejumlah biaya dan denda mesti dibayarkan. Sementara, pemasukan dari penjualan produk amatlah terbatas di tengah pandemi.
“Meskipun setop produksi, mereka harus tetap membayar denda dari PLN dan PGN karena penggunaan listrik dan gasnya di bawah ketentuan minimum, termasuk pembayaran BPJS bagi mereka yang statusnya dirumahkan,” ujar Redma dalam keterangan tertulis.
Menurut Redma, sebenarnya pihak APSyFI dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) telah berkomunikasi dengan pihak kementerian dan lembaga pemerintah untuk menyampaikan bentuk-bentuk relaksasi yang dibutuhkan oleh pelaku industri TPT pada akhir Maret 2020 lalu.
Harapannya, sektor TPT bisa segera segera pulih ketika pandemi corona berakhir apabila relaksasi yang diharapkan bisa terealisasi.
Salah satu bentuk relaksasi yang diharapkan di antaranya berupa penghapusan denda pemakaian minimum untuk listrik dan gas.
Menurut Redma, pemakaian gas dan listrik yang turun di tengah pandemi merupakan hal yang wajar, mengingat bahwa hal yang demikian disebabkan oleh faktor eksternal, bukan didorong oleh kegagalan operasional perusahaan.
Namun, kondisi yang demikian tidak dilihat sebagai kondisi luar biasa oleh PLN dan PGN sehingga pemberian denda masih terjadi.
Hal serupa juga dijumpai di sektor perbankan. Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebenarnya telah menerbitkan POJK 11/2020 yang memberikan keleluasaan bagi sektor perbankan untuk merelaksasi kewajiban kreditur yang kesulitan memenuhi kewajiban.
Tapi, relaksasi yang demikian tidak dijumpai.
Sebaliknya, sektor perbankan cenderung masih menganggap ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban sebagai kegagalan bisnis biasa, alih-alih disebabkan oleh bencana nasional.
Baca: Prudential-Halodoc Siapkan 50.000 Rapid Test Covid-19 Gratis untuk Warga Jakarta dan Surabaya