Deddy Sitorus: Garuda Indonesia Kesulitan Melangsungkan Hidup
kondisi Garuda Indonesia bisa semakin buruk karena dihantam dampak pandemi Covid-19 dan besarnya beban operasional dan utang yang harus dibayar.
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Mengenai opsi membayar SUKUK dengan diskon seperti yang disampaikan direksi Garuda Indonesia, Deddy meragukan hal itu bisa tercapai.
Pasalnya, tidak ada emiten SUKUK yang bisa membayar SUKUK dengan diskon.
“Mana mungkin bisa membayar SUKUK dengan harga diskon?” ungkap Deddy.
Kecuali, ungkap Deddy, jika SUKUK itu dijual di pasar sekondari dengan nilai diskon, itupun hanya bisa ditentukan bondholder, melalui mekanisme rapat pemegang bond, bukan ditentukan Garuda Indonesia.
Selain itu, nilai diskon juga berpengaruh terhadap reputasi Garuda.
“Jika diskon mencapai 60-70 persen bisa dikategorikan Garuda gagal bayar SUKUK,” kata Deddy.
“Jika pun terpaksa, Garuda harus bisa membawa calon buyer dari SUKUK tersebut. Di sini Garuda harus transparan siapa calon buyer tersebut dan harus dibuka juga apa kolerasi dan interest mereka dengan Garuda. Harus terang benderang,” sambung dia.
Saat memilih opsi mencari pincaman dari bank pelat merah, lanjut Deddy, harus diantisipasi jangan sampai menjadi biaya tinggi bagi Garuda Indonesia (financing cost) dan risiko tinggi bagi bank pelat merah serta masih tetap diperlukan jaminan pemerintah.
“Manajemen Garuda dan Kementerian BUMN harus sangat hati-hati mencari solusi masalah ini. Banyak risiko yang bisa mengganggu likuiditas bank pelat merah, bisa merusak reputasi Garuda bahkan BUMN lain, dan bisa merusak rupiah bahkan kredibilitas negara,” ungkap Deddy.