Pendapatan Anjlok karena Corona, KAI Berencana Naikkan Tiket Kereta Api Jarak Jauh
PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI berencana menaikkan harga tiket perjalanan kereta api jarak jauh.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI berencana menaikkan harga tiket perjalanan kereta api jarak jauh.
Kenaikan tarif tiket dilakukan untuk menutup okupansi penumpang yang berkurang hingga 50 persen.
Penurunan penumpang terjadi karena pembatasan jumlah penumpang sebagai bagian dari protokol kesehatan untuk menjaga jarak (physical distancing) selama pandemi Covid-19.
Baca: Cerita Pengalaman Naik Kereta Api Luar Biasa di Tengah Pandemi Covid-19, Harus Penuhi Syarat Ini
Baca: Beda Cara Kereta Jarak Jauh dan KRL Terapkan Protokol Kesehatan untuk Calon Penumpang
Baca: KRL Batasi Operasional saat Lebaran, Hanya Tersedia Pagi dan Sore Hari
“Okupansi kita hanya 50 persen, maka otomatis kami akan berkomunikasi kemungkinan penaikan tarif,” kata Direktur Utama KAI Didiek Hartanto seperti dikutip dari Antara, Sabtu (23/5/2020).
Rencana tersebut juga sebagai penyesuaian dalam kondisi normal baru atau new normal di mana ketentuan Pembatasan Sosial Bersakala Besar ( PSBB) masih tetap akan berlaku.
Artinya, okupansi pun akan tetap di angka 50 persen sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2020 tentang tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Aturan pembatasan pembatasan penumpang kereta juga berpedoman pada Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 4 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
“Sekarang pemerintah masih menggodok ketentuan new normal dan tetap melihat perkembangan PSBB. Apabila tadi okupansi 50 persen seperti pesawat udara, kemungkinan kami mengajukan kenaikan tarif untuk KA jarak jauh saja, komuter ( KRL) tetap,” ungkap dia.
Saat ini pendapatan harian KAI dari penumpang anjlok hingga Rp 24,2 miliar selama pandemi Covid-19, dari Rp 20-25 miliar per hari menjadi Rp 800 juta per hari.
“Untuk pendapatan dari penumpang itu rata-rata harian Rp 20-25 miliar dalam satu hari. Dalam masa Covid-19 ini, pendapatan harian hanya sekitar Rp 800 jutaan,” kata Didiek.
Dia menambahkan selama Januari 2020 total pendapatan dari penumpang Rp 39 miliar dan pada April 2020 sebesar Rp 32 miliar.
KAI alami kesulitan keuangan
Pendapatan yang anjlok tersebut turut menyebabkan arus kas perusahaan pelat merah tersebut defisit karena pendapatan dari penumpang tergerus hingga 93 persen.
“Terjadi gap terhadap cash biaya turun tidak secara proporsional karena terjadi operational cash flow defisiensi yang terjadi mulai bulan Maret. Kami menyiapkan dana-dana kepada perbankan dalam modal yang cukup. Tapi secara likuiditas masih aman, terjaga dengan baik,” kata dia.
Pihaknya juga melakukan efisiensi biaya untuk perawatan kereta yang akhirnya dipangkas atau pembayarannya ditunda.
“Efisiensi biaya kami lakukan pemotongan terhadap biaya-biaya yang bisa dipotong atau ditunda pembayarannya, seperti perawatan kereta kita bicara sama vendor,” jelas Didiek.
Namun, lanjut dia, kereta yang ditunda perawatannya adalah untuk kereta-kereta yang tidak beroperasi, sehingga aspek keselamatan masih tetap terjamin.
“Pada saat beroperasi nanti standar perawatan sarana total mengacu pada SOP agar selamat, aman, nyaman, sehat sampai tujuan. Keselamatan faktor yang utama,” kata Didiek.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gara-gara Corona, KAI Berencana Naikkan Tiket Kereta Api Jarak Jauh"