Nilai Tukar Petani Turun, Pemerintah Diminta Bikin Program untuk Petani Gurem
Henry Saragih mengatakan, pemerintah harus mengambil kebijakan agar kerugian di kalangan petani tidak terus berlanjut.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) nasional untuk bulan Mei 2020 sebesar 99,47 atau turun 0,85 persen dibanding bulan sebelumnya.
Hal ini dapat diartikan bahwa petani mengalami kerugian, karena harga yang diterima petani (hasil penjualan) lebih kecil daripada harga yang dibayar (pengeluaran konsumsi rumah tangga dan modal produksi).
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mengatakan, pemerintah harus mengambil kebijakan agar kerugian di kalangan petani tidak terus berlanjut.
Henry menyebut SPI sudah mewanti-wanti pemerintah mengenai dampak dari pandemi Covid-19 bagi petani di Indonesia.
“Sejak awal merebaknya pandemi Covid-19 di Indonesia, kita (SPI) sudah mengingatkan pemerintah bahwa petani menjadi kelompok yang perlu mendapat perhatian khusus,” kata Henry dalam pernyataan resmi, Rabu (3/6/2020).
Baca: Surat PHK Dikirim Tengah Malam, 181 Pilot Kontrak Garuda Indonesia Kehilangan Pekerjaan
“Di satu sisi, petani menjadi vital karena produksi pangan harus tetap berjalan di tengah pandemi. Sementara di sisi lain, petani menjadi rentan, baik itu risiko tertular Covid-19 maupun tidak terserapnya hasil produksi pertaniannya,” terangnya.
Baca: Rusuh Menjadi-jadi, Polisi Tembak Mati Warga Kulit Hitam Pemilik Restoran di Kentucky
Dalam data BPS juga menyebutkan penurunan NTP nasional dipengaruhi menurunnya NTP di tiga subsektor, yakni NTP Subsektor Tanaman Pangan (0,54 persen), Subsektor Hortikultura (0,58 persen), dan penurunan terbesar di Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (2,30 persen).
Baca: Tagihan Listrik di Rumah Raffi Ahmad & Nagita Slavina Capai Rp 17 Juta Per Bulan, PLN Anggap Wajar
Untuk NTP tanaman hortikultura, penurunan harga jual di tingkat petani dirasakan oleh petani anggota SPI di wilayah.
Tanaman cabai misalnya, di beberapa wilayah seperti Rembang bahkan pernah mencapai Rp 5.000.
Baca: Terkuak! Trio Mantan Petinggi Jiwasraya Terima Mobil Mewah dan Pelesir ke Luar Negeri
“Harga ini sangat rendah dan disini perlunya intervensi dari pemerintah, apakah melalui kebijakan operasi pasar atau kebijakan lainnya yang dapat memberikan keuntungan pada petani,” tutur Henry.
SPI menilai kebijakan yang diambil pemerintah khususnya di sektor pertanian belum cukup mumpuni untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi petani Indonesia saat ini.
“Pemerintah baru-baru ini meluncurkan bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Hal ini memang perlu, tetapi tidak menjawab masalah-masalah lain yang dihadapi petani, seperti sulitnya distribusi atau memasarkan hasil-hasil pertanian dan anjloknya harga jual dari petani untuk beberapa jenis tanaman,” imbuhnya.