Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Ekonom: Supaya Defisit Terjaga, Kebijakan Energi Perlu Terintegrasi

Defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) sering melebar akibat tingginya impor, salah satu dari impor BBM.

Editor: Sanusi
zoom-in Ekonom: Supaya Defisit Terjaga, Kebijakan Energi Perlu Terintegrasi
Tribunnews/Irwan Rismawan
ilustrasi: Petugas melakukan pengisian bahan bakar minyak (BBM) di salah satu SPBU di Jakarta 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diharapkan untuk menerapkan kebijakan energi lebih terintegrasi dan konsisten.

Mengingat kebijakan energi juga akan turut mendukung ketahanan cadangan devisa.

Defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) sering melebar akibat tingginya impor, salah satu dari impor BBM. Ujungnya, mata uang rupiah pun rentan naik turun alias fluktuatif.

Awal tahun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memangkas jatah impor minyak mentah (crude) PT Pertamina (Persero).

Pengurangan jatah impor minyak Pertamina tahun ini mencapai 3 juta barel atau 8.000 barel per hari. Pengurangan jatah impor minyak mentah dilakukan untuk menekan defisit neraca perdagangan.

Baca: Target Bauran Energi Terbarukan 23 Persen di 2025 Bisa Tercapai, Asalkan

Baca: Pertamina Jaga Produksi Hulu Migas Demi Keberlangsungan Energi

Dengan dipangkasnya jatah impor minyak mentah, diharapkan lebih banyak menyerap produksi dalam negeri. Sedangkan untuk menekan impor BBM, pemerintah sudah menjalankan program biodiesel 30% atau B30.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ucok Pulungan menegaskan, energi alternatif lain di luar gas, juga perlu didorong. Seperti penggunaan energi angin maupun air.

Berita Rekomendasi

Ia mengingatkan, meski dari sisi program banyak namun dari sisi dampak dan juga penggunaan masih sangat minim.

“Misal, sebenarnya pembangkit listrik tenaga bayu sudah dikembangkan di Sulsel. Tinggal diperbanyak. Program energi alternatif lain udah ada, karena itu jangan lagi menjadi wacana saja,” kata Uchok dalam keterangannya, Kamis (4/6).

Uchok juga mengingatkan, pelemahan rupiah selain dampak kebijakan impor BBM tinggi juga karena kebijakan di sektor rill. Misalnya ekspor yang rendah lalu ketergantungan pada jasa asing dan aliran modal ke negara lain dari pendapatan investasi.

Sementara dari sisi moneter, BI sudah cukup baik mengawal rupiah. Jadi, kata Uchok, kalau sektor rillnya tidak beres, rupiah akan terdepresisi. Alhasil, perlu kebijakan yang berjalan bersamaan.

“Dalam kaitannya dengan BBM, maka terkait dengan impor. Namun pemerntah sudah berupaya dengan penggunaan B20. Sedikit banyak sudah terlihat dari penurunan volume impor BBM sepanjang 2019,” ucapnya.

Harga BBM murah dengan subsidi, juga bisa membuat program energi alternatif selain fosil bisa menjadi lambat. Memang, ada tendensi kalau harga BBM murah, insentif untuk mengembangkan energi alternatif jadi tidak menarik.

"Itu yang selama ini terjadi. Tapi, saat harga BBM naik, baru kita panik," ucap Uchok.

Halaman
12
Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas