Analis: Maraknya Kasus Gagal Bayar Jadi Momentum Bersih-Bersih Pasar Modal
IHSG mengalami tekanan yang cukup signifikan atau turun 20,99 persen dari posisi 6.283 pada awal tahun menjadi 4.964 pada penutupan kemarin.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Maraknya kasus gagal bayar di industri keuangan Indonesia dinilai menjadi katalis negatif bagi pemerintah yang kini tengah menjaga kondisi perekonomian nasional saat pandemi corona atau Covid-19.
Analis pasar modal Avere Mitra Investama Teguh Hidayat mengatakan, perlu langkah-langkah strategis demi menyikapi kasus gagal bayar di industri keuangan, sehingga tidak jadi beban baru karena adanya potensi resesi ekonomi.
"Soalnya kasus gagal bayar yang terjadi saat ini akan menghambat upaya pemerintah sendiri dalam memasyarakatkan pasar modal. Dampaknya bisa dilihat dari volume transaksi menjadi sepi dan turunya kepercayaan dari masyarakat," ujar Teguh dalam keterangannya, Kamis (25/6/2020).
Dia menjelaskan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan yang cukup signifikan atau turun 20,99 persen dari posisi 6.283 pada awal tahun menjadi 4.964 pada penutupan kemarin.
Baca: Kasus Gagal Bayar Investasi di Indonesia Akibat Lemahnya Pengawasan
"Sejak mewabahnya virus corona di sejumlah negara termasuk Indonesia, bahkan posisi IHSG sempat menyentuh level 3.937 atau amblas 37,33 persen pada Selasa, 24 Maret 2020," kata Teguh.
Baca: Banyak Kasus Gagal Bayar Koperasi, Indef: Fungsi Pengawasan Kemenkop Lemah
Sementara untuk dapat memitigasi risiko gagal bayar di industri keuangan Indonesia, Teguh menjelaskan, hal pertama yang harus dilakukan pemerintah dan otoritas bisa dimulai dengan mendengar masukan sejumlah ekonom maupun pelaku pasar.
Baca: Belasan Korban Gagal Bayar Koperasi Indosurya Cipta Sambangi Bareskrim Polri
Menurutnya, dengan ekslusifnya sikap pemerintah dan regulator yang ditunjukkan selama ini maka tidak heran jika kasus gagal bayar di produk reksa dana, asuransi dan obligasi menambah beban pemerintah di tengah pandemi.
"Memang belakangan otoritas dan seterusnya sudah mulai mendengar masukan-masukan dari pelaku pasar. Namun, dulunya saya dan teman teman nggak pernah digubris ketika memberi masukan," tutur dia.
Selain mendengar masukan, lanjut Teguh, hal yang juga harus dilakukan pemerintah dan otoritas ialah memperbaiki tata kelola sekaligus pengawasan di pasar modal.
Dengan memperbaiki tata kelola dan pengawasan akan memunculkan persepsi baru di benak investor pasar modal bahwa pemerintah dan otoritas mulai melakukan bersih-bersih di industri keuangan Indonesia.
"Untuk itu, kita meminta seluruh elemen untuk bisa mendukung adanya perbaikan tata kelola di pasar modal. Sudah tepat jika penegakkan hukum terhadap kasus di pasar modal lain harus dijadikan momentum perbaikan tata kelola," pungkasnya.